Kesepakatan rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas, yang ditanda- tangani di Kairo, tidak berlebih- an kalau kita katakan sebagai kesepakatan bersejarah.
Bersejarah, karena kesepakatan tersebut mengakhiri perpecahan dalam tubuh Palestina. Kedua faksi dalam tubuh Palestina itu selama satu dasawarsa terakhir terlibat dalam—tidak hanya persaingan secara politik—tetapi bahkan terlibat dalam konflik bersenjata.
Lima kali sudah dicapai kesepakatan untuk rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Kesepakatan pertama dicapai pada tahun 2007 di Arab Saudi: lalu setahun kemudian, 2008, di Yaman mereka bersepakat lagi untuk mengakhiri perpecahan. Dua kesepakatan itu tidak berbuah.
Akan tetapi, niat untuk bersatu itu sangat kuat sebagai usaha untuk mewujudkan negara Palestina Merdeka yang bersatu dan berdaulat. Karena itu, pada tahun 2011 di Mesir, mereka meneken kesepakatan lagi. Setelah itu, mereka masih menandatangani kesepakatan rekonsiliasi, yakni tahun 2012 (di Qatar), dan yang terakhir 2014 dilakukan di Gaza.
Semua kesepakatan tersebut tidak mampu mengikat kedua belah pihak untuk bersatu. Banyak hal yang membuat mereka tidak mampu mempertahankan kesepakatan, terutama dalam menghadapi Israel.
Ada perbedaan yang sangat jelas antara Fatah dan Hamas. Fatah, misalnya, adalah kelompok moderat dan sekuler yang terikat dengan Israel lewat perjanjian Oslo. Sementara Hamas adalah kelompok religius, yang bahkan oleh AS dan Israel, dilabeli sebagai kelompok teroris. Karena itu, strategi kedua kelompok ini dalam menghadapi Israel pun berbeda. Fatah memilih jalan diplomasi, jalan perundingan; sedangkan Hamas jalan konfrontasi.
Akan tetapi, yang lebih mendasar lagi adalah Fatah dan Hamas bersaing, bahkan secara militer dalam usaha merebut kekuasaan atas Palestina. Inilah yang membuat posisi tawar mereka lemah dalam menghadapi Israel, dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Pada akhirnya perlu kita sampaikan pertanyaan: Apakah Kesepakatan Kairo akan bernasib sama? Artinya, gagal mewujudkan persatuan Palestina? Tentu, kita semua berharap bahwa Kesepakatan Kairo akan benar-benar menjadi pengikat mereka, yang pada akhirnya menjadi senjata dalam perjuangannya.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas berharap bahwa Kesepakatan Kairo akan menjadi ”kesepakatan final untuk mengakhiri perpecahan (Palestina)”. Jika di antara mereka, rakyat Palestina, tidak bersatu, maka akan sangat sulit dan berat perjuangan mereka mewujudkan impiannya, mendirikan Negara Palestina Merdeka, Bebas, dan Berdaulat.
Oleh karena itu, yang paling penting sekarang adalah implementasi di lapangan terhadap semua kesepakatan yang dicapai di Kairo, Mesir, itu.