ari ini, 20 Oktober 2017, tepat tiga tahun Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintah. Sisa masa jabatan masih dua tahun.
Dua tahun tersisa akan diwarnai dengan kompetisi politik untuk Pilkada 2018 dan Pemilu Presiden 2019. Kegaduhan politik bisa saja terjadi. Tahun politik sudah diawali dengan pendaftaran partai politik di Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan akan memuncak pada pemilu serentak lima kotak pada 17 April 2019.
Pemerintah tentunya mempunyai peran penting untuk mengelola kegaduhan politik yang menjadi keniscayaan dalam sistem demokrasi. Demokrasi memang identik dengan kegaduhan, identik dengan perbedaan pendapat untuk menemukan solusi bersama. Namun, kita berharap kegaduhan tetap berlangsung dalam koridor yang tidak justru merusak kohesivitas bangsa. Bijak dalam berkata-kata, khususnya para elite, adalah keniscayaan agar demokrasi bangsa ini bisa kian matang.
Sejumlah survei politik, termasuk yang dilakukan Litbang Kompas, menunjukkan tren kepuasan masyarakat atas pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla berkisar pada angka 70 persen. Namun, sektor penegakan hukum dan pengendalian harga yang terkait dengan daya beli masih merupakan pekerjaan rumah yang harus diatasi. Kepuasan di sektor itu masih di bawah 60 persen. Isu pelanggaran HAM juga belum disentuh.
Dalam dua tahun sisa pemerintahannya, kita berharap Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla tetap bekerja bersama membayar janji lunas kampanye. Meskipun publik mengetahui, campaigning dan governing kerap berbeda. Namun, janji kampanye khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat luas haruslah dituntaskan.
Selain pembangunan infrastruktur yang masif dan mendapat sambutan baik, Presiden Jokowi juga diharapkan bisa mengambil langkah untuk mengatasi masalah kesenjangan ekonomi, kesenjangan antara yang kaya dan miskin, kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, untuk menciptakan ekonomi yang berkeadilan. Isu kesenjangan ekonomi adalah satu isu krusial yang harus ditangani.