Presiden Joko Widodo telah mengambil keputusan untuk menunda pembentukan Detasemen Khusus Antikorupsi yang masih butuh kajian.
Keputusan Presiden Joko Widodo sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto adalah putusan yang tepat. Setelah putusan Presiden, kontroversi dan polemik mengenai wacana pembentukan Densus Tipikor tak perlu diperpanjang.
Semangat melibatkan Polri dalam pemberantasan korupsi harus dipandang sebagai semangat positif untuk memberantas korupsi di negeri ini. Namun, dalam perkembangannya, semangat untuk memperkuat Polri dalam pemberantasan korupsi ditumpangi berbagai kepentingan, termasuk kepentingan untuk melemahkan dan memarjinalkan KPK.
Sudah cukup lama wacana pro dan kontra pembentukan Densus Antikorupsi mengemuka di ruang publik. Energi bangsa terkuras untuk pro dan kontra dalam proses komunikasi yang tidak tulus dan terlalu kental dengan nuansa kepentingan kelompok. Karena itulah, keputusan Presiden Joko Widodo untuk menunda pembentukan Densus Tipikor adalah keputusan tepat.
Lembaga-lembaga antikorupsi yang ada, terutama KPK, sebenarnya sudah mencukupi untuk memberantas korupsi. Yang justru jadi masalah dalam program pemberantasan korupsi adalah keinginan sejumlah elite politik yang merasa tidak nyaman dengan gebrakan KPK atau yang kepentingannya terganggu dengan langkah KPK. Pada posisi inilah sebenarnya dukungan politik pimpinan nasional terhadap penguatan KPK amat dibutuhkan.
Setelah memutuskan untuk menunda pembentukan Densus Antikorupsi, saatnya Presiden Jokowi memenuhi janji politiknya untuk memperkuat KPK sebagaimana dituangkan dalam dokumen Nawacita. KPK sebagai lembaga independen bebas dari pengaruh kekuatan politik. Dalam konteks itu pulalah, sebaiknya Presiden Jokowi menggunakan segala otoritas dan pengaruhnya untuk menyudahi kontroversi soal Panitia Angket DPR untuk KPK yang juga belum jelas kapan akan selesai.
Sebaliknya, KPK perlu segera mengintrospeksi dan mengonsolidasikan diri dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Harus juga diakui ada polarisasi di dalam tubuh KPK. Beberapa kekalahan KPK dalam penetapan tersangka kasus korupsi di jalur praperadilan harus jadi pelajaran penting bagi KPK. Penetapan tersangka kasus korupsi haruslah dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan didasarkan pada penyelidikan dan penyidikan serta didukung barang bukti yang memadai. Sementara orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tidak boleh terus-menerus digantung perkaranya, tanpa ada kepastian.