Mundurnya PM Lebanon Saad al-Hariri memunculkan kontro- versi baru di negeri yang pernah dikoyak perang saudara 25 tahun pada 1975-1990.
Saad al-Hariri mengumumkan pengunduran dirinya di Riyadh, Sabtu (4/11). Putra kedua mantan Perdana Menteri (PM) Lebanon Rafiq al-Hariri yang terbunuh pada 14 Februari 2005 itu pergi ke Riyadh untuk memenuhi undangan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz yang meneleponnya, Kamis (2/11). Hariri menginjakkan kaki di Riyadh pada Jumat (3/11), tetapi tidak satu pun pangeran atau pejabat Arab Saudi menyambutnya di bandara.
Presiden Lebanon Michel Aoun menganggap pengunduran diri Hariri ganjil karena bersamaan dengan hari ketika Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menangkap belasan pangeran dengan alasan korupsi. Kepada pers di Riyadh, Hariri mengatakan, situasi di negerinya mirip dengan ketika ayahnya, Rafiq, akan terbunuh.
Hariri membantah sinyalemen Pemerintah Lebanon bahwa dia diculik. ”Di sini saya bebas ke mana pun. Saya keluar dari Lebanon untuk melindungi diri sendiri, dan saya akan kembali pulang ke Lebanon jika kondisi telah memungkinkan,” katanya.
Pernah menjabat PM Lebanon pada 2009-2011, Saad al-Hariri dinilai Arab Saudi kurang memberikan perlawanan terhadap dominasi Hezbollah, sayap militer kaum Syiah di Lebanon. Sebaliknya, Presiden Aoun dikenal dekat dengan milisi yang amat dekat dengan Iran. Padahal, kita tahu, Iran dan Arab Saudi adalah dua negara yang berebut pengaruh di kawasan Timur Tengah.
Dalam wawancara di televisi, Minggu (12/11), Hariri mengatakan akan kembali ke Lebanon dan mengajukan surat pengunduran diri secara resmi. Hariri yang dikenal sebagai politisi Muslim Sunni itu selama ini dikenal dekat dengan Arab Saudi.
Sebagai orang yang lahir di Riyadh, Hariri sering mengunjungi Arab Saudi. Beberapa hari lalu, Pangeran Mohammed mempertemukan Hariri dengan pejabat intelijen senior dan Menteri Urusan Teluk, Thamer al-Sabhan, orang Arab Saudi yang tinggal di Lebanon.
Kedekatan ini menguatkan dugaan bahwa Hariri dipaksa mundur oleh Arab Saudi yang menilainya bersikap lunak kepada Hezbollah. Spekulasi muncul bahwa Saudi ingin Hariri diganti oleh orang yang mau membantu ”memerangi” Hezbollah.
Mundurnya Hariri membuat situasi Timur Tengah kian menghangat. Arab Saudi tak mau kehilangan pengaruh dan dominasinya di dunia Arab dengan menempuh segala cara yang dimungkinkan.