logo Kompas.id
OpiniMendorong ASEAN Lebih...
Iklan

Mendorong ASEAN Lebih Responsif

Oleh
· 2 menit baca

Pidato pembuka Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada KTT ASEAN di Manila dapat diduga tak lepas dari situasi yang dihadapi di dalam negeri.Duterte menekankan pentingnya stabilitas dan keamanan, baik regional maupun internasional, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi serta keberlanjutan program ASEAN. Ia menyebutkan, ASEAN menghadapi ancaman, mulai dari terorisme, ekstremisme, bajak laut dan perompakan bersenjata, hingga peredaran narkoba. Sejak berkuasa, pertengahan 2016, Duterte menyatakan perang terbuka dan frontal terhadap peredaran narkoba yang menewaskan ribuan orang. Insiden pembajakan kapal dan penyanderaan pernah mencuat di sekitar Laut Sulu, Filipina selatan. Terakhir, Manila harus mengerahkan militer untuk merebut kembali kota Marawi yang diduduki milisi Maute yang terafiliasi pada Negara Islam di Irak dan Suriah lewat pertempuran selama lima bulan. Situasi itu adalah contoh nyata tantangan yang dihadapi negara ASEAN pada peringatan tahun emas berdirinya, setelah selama 50 tahun dinilai berhasil mengelola perdamaian di kawasan. Bahkan, diplomat senior dan akademisi Singapura, Kishore Mahbubani, menyebut ASEAN sesungguhnya layak mendapat Nobel Perdamaian karena sukses menjaga perdamaian dan memelihara keberagaman sehingga 600 juta warganya dapat hidup berdampingan.Namun, tantangan ASEAN tak cuma masalah yang diangkat oleh Filipina. Isu Laut China Selatan, misalnya, yang menurut Duterte tak perlu dibicarakan, justru perlu segera diselesaikan untuk menjamin kedaulatan dan kebebasan bernavigasi di wilayah perairan yang menjadi sengketa. Kemajuan yang dicapai ASEAN di Manila untuk mulai menegosiasikan kode tata berperilaku (COC) dengan China-yang mengklaim hampir seluruh wilayah perairan tersebut-perlu mendapat apresiasi.Isu lain yang selayaknya menjadi perhatian ASEAN adalah krisis di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Kekerasan dan diskriminasi yang dialami warga Rohingya dan memaksa mereka mengungsi ke Bangladesh telah menjadi perhatian internasional. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Presiden Indonesia, serta kepala negara mitra ASEAN juga mendorong isu ini segera diselesaikan.Sebagai organisasi, ASEAN punya keterbatasan karena prinsip tidak saling intervensi urusan dalam negeri tiap anggota. Namun, rasanya perlu keluwesan mengingat apa yang terjadi di Rakhine ini adalah krisis kemanusiaan. Indonesia sebagai negara yang dipercaya Myanmar untuk membantu menyelesaikan krisis ini, didukung oleh PBB, perlu mendorong Myanmar untuk melunak dan ASEAN untuk membantu. Prinsip tidak saling intervensi seharusnya tidak mengekang ASEAN untuk bergerak maju dan lebih responsif terhadap isu-isu kemanusiaan.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000