Meski diklaim bukan kudeta militer, apa yang terjadi di Zimbabwe memenuhi ciri-ciri pengambilalihan kekuasaan oleh kekuatan angkatan bersenjata.
Ada kendaraan-kendaraan lapis baja di jalan-jalan utama di Harare, ibu kota negara itu. Stasiun televisi dikuasai militer, lalu pemimpin mereka berbicara kepada publik, meyakinkan semua pihak bahwa keadaan baik-baik saja. Satu ciri penting lain kudeta militer juga terjadi: pemimpin negeri itu tiba-tiba tak diketahui keberadaannya. Belakangan, Presiden Robert Mugabe, 93 tahun, dinyatakan berada di kediamannya bersama sang istri, Grace (52), di bawah penjagaan ketat tentara.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer merupakan kelanjutan persaingan antara mantan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa (75) dan Grace. Sebelum dipecat pada 6 November lalu, Mnangagwa merupakan sosok kuat penerus Mugabe. Sayangnya, tokoh yang bersama-sama Mugabe ikut dalam perang kemerdekaan 1970-an itu menghadapi lawan baru, yakni istri Mugabe sendiri. Ketegangan di antara mereka berujung pada pemecatan Mnangagwa yang sangat dekat dengan militer.
Pengambilalihan kekuasaan oleh angkatan bersenjata dilaporkan memberikan kelegaan bagi sebagian masyarakat Zimbabwe. Mereka bisa memiliki harapan baru setelah selama berpuluh-puluh tahun berada di bawah kekuasaan Mugabe. Selama berkuasa, Mugabe dikenal sebagai pemimpin otoriter. Pers dan kritik dibungkam.
Ia juga dilaporkan mendorong pengambilalihan paksa lahan-lahan pertanian milik warga minoritas pulit putih. Pengambilalihan itu ikut memicu kemerosotan ekonomi Zimbabwe pada 2000-an. Suplai komoditas pertanian tersendat karena pengelolaan lahan pertanian tidak selancar sebelumnya. Inflasi melejit tinggi dan tingkat pengangguran melonjak.
Mugabe, bagaimanapun, merupakan tokoh bangsa Zimbabwe. Ia mengantar Zimbabwe menjadi bangsa berdaulat dan merdeka setelah dijajah Inggris.
Sayangnya, ia tak melakukan institusionalisasi demokrasi di negara yang dicintainya itu. Mugabe bersama kelompoknya malah membuat lembaga-lembaga pendukung demokrasi di Zimbabwe menjadi sangat lemah. Partai politik—sendi negara demokrasi—tak berkembang. Pemisahan kekuasaan eksekutif-yudikatif juga rusak.
Mnangagwa diperkirakan akan ditempatkan sebagai pengganti Mugabe. Seandainya berkuasa nanti, tantangan terbesarnya adalah tidak mengulangi ”kesalahan” Mugabe. Tak hanya memperbaiki ekonomi yang hancur, pemimpin baru Zimbabwe harus membangun dan memperkuat institusi demokrasi sehingga rakyat negara itu bisa merasakan arti kemerdekaan yang sesungguhnya.