Paradigma Baru Perberasan
Harga beras yang merangkak naik dan melambatnya pengadaan beras oleh Bulog memperlihatkan persoalan beras sesungguhnya kompleks.
Laporan harian ini tentang beras sejak Senin (4/12) memperlihatkan kompleksnya persoalan beras. Bagi Indonesia, beras bukan sekadar komoditas pangan, melainkan juga menyangkut persoalan sosial, politik, dan ekonomi.
Sebagai makanan pokok masyarakat, pemerintah selalu menjaga produksi dan harga beras. Kelangkaan beras dapat menjadi isu politik yang merepotkan pemerintah. Melambungnya harga beras akan berdampak pada inflasi karena beras masih menjadi komponen pengeluaran penting rumah tangga dengan ekonomi menengah-bawah dan miskin. Jumlah kelompok tersebut besar. Bank Dunia dalam laporan yang terbit Senin (4/12) menyebutkan, Indonesia memiliki 45 persen penduduk yang tidak lagi miskin atau rentan menjadi miskin dan 35 persen penduduk miskin atau total sekitar 200 juta orang.
Beras diproduksi oleh petani yang umumnya berskala kecil dengan luas rata-rata lahan tanaman padi hanya 6.678 meter persegi per rumah tangga petani. Mereka sekaligus juga konsumen beras yang harus dinaikkan kesejahteraannya dengan memberi insentif harga.
Pemerintah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan produksi beras dan kesejahteraan petani. Kementerian Pertanian melakukan ekstensifikasi dengan mencetak sawah baru serta intensifikasi, memberi subsidi benih dan pupuk, memperbaiki irigasi, membangun embung, dan memberi bantuan traktor untuk menurunkan biaya tenaga kerja sebagai komponen pengeluaran terbesar. Pada sisi penawaran, pemerintah juga mengatur harga dengan mematok harga eceran tertinggi beras medium.
Berbagai upaya tersebut berangkat dari paradigma perberasan yang sudah berlangsung 50 tahun sehingga kebijakan perberasan perlu dievaluasi segera karena keadaan sudah berubah.
Hal pertama yang perlu dibenahi adalah data produksi dan konsumsi. Data yang akurat akan menentukan arah kebijakan.
Dengan situasi yang sudah jauh berbeda dibandingkan dengan ketika kebijakan beras pertama kali dilakukan pada pertengahan tahun 1960-an, sudah waktunya pemerintah membuat kebijakan yang memenuhi kebutuhan saat ini dan ke depan. Saat ini yang dibutuhkan adalah kebijakan pangan yang menekankan pada nilai gizi bahan pangan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Produksi beras sebagai bagian dari kebijakan pangan dihasilkan berdasarkan kebutuhan. Pemerintah hanya mengurus produksi beras untuk rakyat miskin. Apabila pemerintah tetap ingin berswasembada komoditas pangan, produksi dilakukan hanya di daerah yang memiliki keunggulan komparatif.