logo Kompas.id
OpiniRawat Alam di Timor Tengah
Iklan

Rawat Alam di Timor Tengah

Oleh
· 4 menit baca
Iklan

Sebagai negara kepulauan dengan khazanah budaya beragam, Indonesia secara sosial-kultural sangat kaya sekaligus mengandung soal kompleks dan kesenjangan. Kabupaten Timor Tengah Selatan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, misalnya, terkenal kering, tandus, dan kurang air saat musim kemarau. Beberapa waktu lalu iklan "Sumber air su dekat" yang populer di televisi mempromosikan berbagai upaya mendekatkan pelayanan air bersih di Timor Tengah Selatan. Salah satu upaya nyata bersumber dari budaya masyarakat yang disebut banu atau nasaeba banu, yang bagi masyarakat adat swapraja Mollo, Amanuban, dan Amanatun di Timor Tengah Selatan berarti tanda larangan dalam kurun tertentu. Banu merupakan larangan demi kebaikan, misalnya larangan memetik kelapa, pinang, dan buah-buahan lain hingga benar-benar matang dan dipanen pada waktu yang disepakati bersama. Banu juga diberlakukan pada satwa dan hutan demi menjaga habitat dan kelestariannya. Banu diberlakukan agar hutan dan hal terkait lain pulih dari kerusakan atau kepunahan.Nasaeba banu berlaku pada hal lain: larangan menebang pohon di sekitar mata air, dekat daerah longsor, atau pada jenis pohon tertentu yang mulai langka. Larangan itu untuk menjaga mata air tetap ada. Di Timor Tengah Selatan, jika banu telah diberlakukan, tak boleh seorang pun melanggarnya. Pelanggar akan dikenai sanksi berupa denda yang besarnya bergantung pada kesepakatan tetua adat dengan masyarakat wilayah itu.Yostan A Labola Jl Gajah Mada, Karangsiri, Timor Tengah Selatan, NTTTanggapan Dewan Nasional KEK Mencermati tulisan di Kompas (29/11), "Senyap Megaproyek di Kota Cakalang", kami dari Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menyampaikan klarifikasi guna meluruskan informasi yang terdapat dalam pemberitaan itu.Pertama, KEK Bitung ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2014. Dengan luas total 534 hektar, lahan di KEK Bitung akan dikembangkan untuk industri pengolahan ikan, industri pengolahan kelapa, farmasi, dan logistik. Penetapan KEK itu didasarkan pada usul gubernur Sulawesi Utara yang dilengkapi dengan dokumen rancang induk, analisis mengenai dampak lingkungan, studi kelayakan ekonomi dan finansial, surat pernyataan kesesuaian tata ruang wilayah, dan dokumen lain. Hingga saat ini KEK Bitung masih dalam tahap pembangunan dan belum dinyatakan siap beroperasi.Dalam dokumen rancang induk KEK tersebut, tak terdapat rencana reklamasi lahan untuk pengembangan KEK Bitung sebagaimana diberitakan dalam tulisan dimaksud dan menjadi isu bahwa pembangunan KEK mempunyai potensi merusak lingkungan.Kami menyadari bahwa terdapat wacana pemerintah daerah akan mengusulkan reklamasi dalam perluasan KEK Bitung. Dalam hal pemerintah daerah akan mengusulkan rencana itu, ia perlu mencermati kriteria pengusulan KEK sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.Sekretariat dan Tim Pelaksana Dewan Nasional KEK tentu akan mengkaji secara mendalam tak hanya kesiapan administrasi dan pembangunan KEK, tetapi juga kelayakan keuangan, ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk pengembangan KEK di lokasi reklamasi itu.Enoh Suharto Pranoto Sekretaris Dewan Nasional KEKCatatan Redaksi Data reklamasi kami dapat dari paparan Bappeda Kota Bitung, "Prospek dan Perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)", serta wawancara dengan wali kota Bitung, yang secara jelas menyebutkan mengenai reklamasi kawasan 200 hektar. Selain itu, dalam Peta Sebaran Lokasi Reklamasi yang dikeluarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Balitbang Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (2016), reklamasi di Kota Bitung sudah dalam status "Proses Perizinan" seluas 35 hektar di Tanjung Merah. Paparan grafis mengenai dampak merupakan perkiraan dampak atau lebih tepat potensi dampak yang akan ditimbulkan jika proyek KEK, termasuk reklamasi, dilaksanakan dalam tahun mendatang. Potensi dampak didapat dari Adendum Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Andal), RKL dan RPL, KEK Tanjung Merah Bitung 22 Ha (2012) dan hasil wawancara dengan sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Bitung.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000