Menjaga Kualitas Pilkada
Tahapan pemilihan kepala daerah di 171 wilayah dimulai Senin 8 Januari-10 Januari 2018 dengan pendaftaran calon kepala daerah.
Partai politik sudah berancang-ancang menyiapkan kader mereka atau kader partai lain untuk memenangi pemilihan kepala daerah. Sejumlah partai politik telah mengumumkan nama calon kepala daerah. Kendati pilkada digelar di 171 wilayah, perhatian publik sepertinya terkonsentrasi di provinsi besar, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, termasuk Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
Koalisi antarpartai politik hampir tidak punya pola baku. Tak ada pola pasti bagaimana peta koalisi antarparpol dibangun, selain kepentingan dan ego dari partai politik untuk menjagokan kader mereka. Bahkan, ada calon petahana dan juga ketua DPD partai tidak mendapatkan dukungan partai politik yang dipimpinnya. Bentuk koalisi di pemerintah pusat pun tak sejalan dengan koalisi di pemilihan kepala daerah. Itulah politik demokrasi di tingkat daerah.
Salah satu gejala menarik adalah tampilnya kembali sejumlah perwira tinggi TNI dan Polri di pilkada. Sebut saja nama Letjen TNI Edy Rahmayadi, Panglima Kostrad yang mengajukan pensiun dini. Edy didukung sejumlah partai politik untuk calon gubernur Sumatera Utara.
Ada juga nama Brigjen Edy Nasution, Danrem Wirabima, Riau, yang diusulkan sebagai calon wagub Riau. Ada juga nama mantan Kepala Korps Brimob Irjen Murad Ismail untuk gubernur Maluku, Irjen Anton Charliyan, Wakil Kepala Lembaga Pendidikan Diklat Polri dan mantan Kapolda Jawa Barat sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat, juga Mayjen (Purn) Sudrajat dan Mayjen (Purn) TB Hasanudin sebagai calon gubernur Jawa Barat, serta Irjen Syafaruddin untuk calon gubernur Kalimantan Timur.
Perwira TNI dan Polri punya hak berpolitik. Namun, sesuai aturan, mereka harus mundur dari posisinya dan bukan hanya sekadar dimutasi dari posisi semula. Bahkan, dalam perkembangan politik ke depan, perlu dipikirkan adanya jeda antara saat pensiun dan maju dalam pilkada. Diajukannya sejumlah perwira tinggi TNI/Polri paling tidak juga memunculkan pertanyaan soal pengaderan di tubuh partai.
Kita berharap TNI dan Polri tetap menjaga netralitas dan independensi dari politik meski sejumlah perwiranya maju. Sikap netral dan independen diperlukan agar proses demokrasi di daerah bisa berlangsung bersih dan kian berkualitas. Karena itulah, perintah Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian untuk menunda sementara waktu proses hukum pemeriksaan terhadap kandidat yang terkait laporan pidana sampai berakhirnya pilkada bisa diterima.
Pemeriksaan dugaan pidana oleh aparat kepolisian, yang pernah terjadi dalam Pilkada Jakarta, bisa menambah kecurigaan dugaan tidak netralnya aparat. Meski demikian, di sisi lain, penundaan proses hukum itu bisa saja merugikan pemilih karena tidak mendapatkan informasi yang cukup soal rekam jejak kandidat.