Operasi pasar beras sejak pertengahan Desember 2017 belum berdampak nyata untuk meredam harga. Kebijakan pangan perlu dievaluasi.
Pemerintah berupaya keras mengendalikan harga beras sejak Indonesia merdeka. Harga bahan pangan pokok ini selain dikaitkan dengan inflasi secara nasional, juga menjadi komoditas bernuansa politis, yaitu penanda keberhasilan pembangunan dengan memberi cukup makan bagi rakyat. Beras masih menjadi salah satu belanja terpenting keluarga dengan pendapatan menengah ke bawah.
Upaya meredam kenaikan harga beras medium terus dilakukan Bulog, Kementerian Pertanian melalui Toko Tani Indonesia, dan di Jakarta melalui PT Food Station Cipinang Jaya. Namun, harga beras jenis medium terus naik di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, dari Rp 9.725 per kilogram pada November jadi Rp 10.202 pada Desember lalu. Di tingkat grosir, harga beras pada Minggu (7/1) Rp 10.978.
Kenaikan harga beras mengindikasikan kelangkaan pasokan. Dengan diperdagangkannya beras, harga ditentukan pasokan dan permintaan. Pemerintah mengintervensi melalui penambahan pasokan saat harga naik dan membeli beras ketika harga jatuh. Kelangkaan dapat dikarenakan ada gangguan dalam distribusi dari pusat-pusat produksi beras ke pasar, tetapi juga bisa disebabkan tidak tersedia beras dalam jumlah cukup di sentra-sentra produksi utama.
Kita menghargai upaya pemerintah yang terus berupaya meningkatkan pasokan beras, antara lain, dengan mencetak sawah baru, memasok alat pertanian untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja pertanian, dan meningkatkan intensitas tanam. Namun, peningkatan intensitas tanam meningkatkan risiko serangan hama dan penyakit, seperti beberapa kali diberitakan harian ini.
Kenaikan harga beras yang berulang mengajak kita untuk mengevaluasi kebijakan perberasan nasional. Indonesia tergolong negara berpenghasilan menengah dan telah lewat masa lebih setengah abad sejak kebijakan swasembada pangan yang identik dengan beras. Sudah waktunya kebijakan pangan menjadi utama, dan beras menjadi bagian dari kebijakan itu.
Kebijakan pangan diarahkan untuk pemenuhan gizi masyarakat karena Indonesia ingin mendapatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing di masyarakat global.
Untuk memenuhi gizi masyarakat, keanekaragaman pangan, termasuk menggali pangan lokal, menjadi fokus kebijakan. Negara kita memiliki keragaman pangan lokal tinggi. Laut menyediakan sumber protein berkualitas yang diakui dalam ilmu kesehatan. Daratannya menyediakan sumber protein nabati dan hewani yang bukan hanya daging sapi.
Dalam kerangka ketahanan pangan dan gizi, beras bukan satu-satunya sumber pangan utama. Tekanan dengan segala upaya untuk memproduksi beras bagi setiap orang dapat dikurangi dan di saat yang sama kebutuhan gizi bisa dipenuhi melalui sumber pangan lokal. Menumbuhkan pangan lokal juga menghidupkan perekonomian dan wirausaha di daerah, terutama desa-desa dan daerah pinggiran Indonesia.