AS dan koalisinya akan tetap menempatkan pasukan di Irak dan Suriah, dua negara yang pa- ling menderita akibat keberadaan Negara Islam di Irak dan Suriah.
Penempatan pasukan itu dimaksudkan untuk menghindari kembalinya anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) ke kedua negara itu. Menurut Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis, misi AS di Timur Tengah sekarang adalah melakukan stabilisasi kondisi dan memastikan NIIS tidak muncul kembali. ”Khusus untuk Suriah, AS akan tinggal selama AS perlu,” katanya.
AS menegaskan, perlawanan NIIS akan terhenti. AS juga mengingatkan, anggota NIIS dari Irak dan Suriah mudah untuk kembali masuk dan berperang lagi. Komandan Pasukan Koalisi AS untuk NIIS Paul Funk mengatakan, hanya dengan cara berkoalisi dan usaha internasional, ideologi represif mereka dapat dikalahkan.
Dengan kata lain, organisasi NIIS dan tujuannya membentuk khalifah sudah bisa dibilang bubar. Namun, para anggota NIIS akan tetap melakukan teror, tidak hanya di Irak dan Suriah, tetapi juga di seluruh dunia.
Di sisi lain, persaingan Iran dan Arab Saudi akan terus berlangsung sepanjang tahun 2018. Di bawah komando Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman, Arab Saudi terus melakukan reformasi ekonomi dan moderasi Islam. Namun, kebijakan politik luar negeri Pangeran Bin Salman belum menunjukkan hasil, seperti di Yaman dan Suriah.
Iran yang berpaham Syiah juga akan terus mempertahankan dominasinya di beberapa negara, seperti Lebanon, Suriah, dan Irak. Kebijakan Iran dan Arab Saudi di Suriah, misalnya, sangat bertentangan. Iran menghendaki Presiden Bashar al-Assad sebagai bagian dari solusi, sedangkan Arab Saudi menghendaki Bashar al-Assad turun dari jabatan.
Kuwait sudah menyampaikan keinginannya menggelar pertemuan internasional untuk merekonstruksi Irak yang hancur akibat perang melawan NIIS. Irak membutuhkan dana sedikitnya 100 miliar dollar AS untuk rekonstruksi tersebut. Kuwait berencana menggelar pertemuan internasional untuk membicarakan bantuan bagi Irak pada Februari 2018.
Pemerintah Suriah menguasai hampir 85 persen wilayah negara dari tangan NIIS. Namun, berbeda dengan di Irak, AS dan Eropa serta negara-negara yang berkoalisi di Suriah tidak berniat membantu rekonstruksi dan pemulihan ekonomi Suriah yang membutuhkan dana sekitar 226 miliar dollar AS. Pemulihan ekonomi Suriah sepenuhnya akan bergantung pada Rusia, Iran, dan mungkin Turki.
Upaya pemulihan ekonomi dan rekonstruksi di Irak dan Suriah sangat penting karena, tanpa pembangunan ekonomi yang signifikan, kemenangan atas NIIS itu tidak banyak berarti. Meski AS tetap tinggal di Irak dan Suriah, anggota NIIS akan memanfaatkan keterbelakangan dan keresahan masyarakat untuk membuat kondisi menjadi tidak stabil. Stabilitas kedua negara ini akhirnya bergantung pada manfaat dari upaya rekonstruksi dan pemulihan ekonomi yang diperoleh warganya.