Kekhawatiran pimpinan bisnis di tengah keyakinan perekonomian dunia membaik tahun ini membayangi aksi korporasi yang akan mereka ambil.
Laporan Pricewaterhouse Cooper menjelang penyelenggaraan Forum Ekonomi Dunia yang dimulai Senin (22/1) kemarin memperlihatkan optimisme pimpinan perusahaan dan pada saat bersamaan juga kecemasan mereka pada situasi global.
Optimisme muncul terutama dari pengusaha Amerika Serikat setelah perekonomian tumbuh baik tahun lalu, ditambah sejumlah deregulasi dan kebijakan pemotongan pajak negara itu. Pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara sebagai pasar utama juga menumbuhkan optimisme.
Meski demikian, sejumlah isu membayangi optimisme tersebut, yaitu perubahan iklim yang menimbulkan bencana alam, seperti cuaca ekstrem dan badai; serangan di dunia maya dan terorisme; dan ketegangan politik di sejumlah kawasan, terutama ancaman perang nuklir di Semenanjung Korea ketika Presiden AS Donald Trump mengancam akan bertindak bila Korea Utara tidak mau patuh pada ketentuan pembatasan senjata nuklir.
Di luar hasil survei tersebut, Amerika Serikat sebagai ekonomi terbesar dunia sangat memengaruhi persepsi tentang peluang berbisnis pelaku usaha di banyak negara.
Janji kampanye Presiden Donald Trump untuk mengembalikan kejayaan Amerika melalui slogan ”America First”, misalnya, mulai dibuktikan. Produk yang pertama terkena kebijakan proteksi melalui pengenaan tarif impor tinggi hingga 50 persen adalah mesin cuci dari Korea Selatan dan panel tenaga surya asal China.
Perubahan kebijakan Pemerintah AS yang dikenal sebagai pelopor perdagangan bebas itu menimbulkan ketidakpastian baru mengenai pertumbuhan ekonomi dunia secara berkelanjutan. Pendukung perdagangan bebas yang adil menjagokan praktik itu sebagai peluang menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih merata, terutama untuk negara berkembang dan miskin. Sementara itu, kecenderungan AS melindungi pasar dalam negeri melalui pemberlakuan tarif belakangan justru menguat. Hal ini berpeluang menimbulkan reaksi balasan dari negara-negara lain, meskipun Trump menolak kemungkinan perang dagang.
Tantangan lain, melebarnya ketimpangan kekayaan. Laporan organisasi internasional nirlaba Oxfam menyebutkan, 1 persen orang terkaya di dunia menguasai 82 persen total aset global. Orang miskin bukannya tidak membaik kesejahteraannya, tetapi sistem ekonomi pasar menumbuhkan jauh lebih cepat kekayaan mereka yang mampu mengakumulasi modal dan aset.
Ketimpangan ini menimbulkan keresahan sosial ketika sistem demokrasi tidak dapat menyelesaikan ketidakadilan itu. Bibit-bibit keresahan karena tekanan ekonomi sudah muncul di Tunisia dan Iran.
Negara kita juga tidak imun dari tantangan tersebut. Di tengah baiknya sejumlah indikator ekonomi makro, pelaku usaha memilih menahan diri untuk berinvestasi. Kepastian hukum dan berusaha di tahun politik 2018 tetap jadi pertimbangan utama.