logo Kompas.id
OpiniRUUHP dan Pelemahan KPK
Iklan

RUUHP dan Pelemahan KPK

Oleh
Emerson Yuntho
· 4 menit baca

Dewan Perwakilan Rakyat memprioritaskan pengesahan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana menjadi undang-undang pada tahun ini. Namun, sejumlah ketentuan yang diatur dalam rancangan undang-undang tersebut memunculkan polemik, mendapatkan penolakan banyak pihak, dan dinilai melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Salah satu ketentuan yang dinilai kontroversial adalah dimasukkannya tindak pidana atau delik korupsi dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RUUHP). Dalam draf RUUHP tertanggal 2 Februari 2018, ketentuan mengenai tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 687-706. Sejumlah ketentuan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diadopsi langsung di RUUHP. Dalam naskah rancangan regulasi ini setidaknya ada enam pasal serupa Pasal 2, 3, 5, 11, dan 12 UU Tipikor (Kompas, 12/2). Selain itu, DPR dan pemerintah—yang diwakili Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia— juga berupaya memasukkan beberapa jenis korupsi yang tertuang dalam Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) ke dalam RUUHP.

Keempatnya adalah tindak pidana memperdagangkan pengaruh (trading in influence), tindak pidana penyuapan di sektor swasta (bribery in the private sector), tindak pidana memperkaya diri secara tidak sah (illicit enrichment), dan tindak pidana penyuapan pejabat publik asing dan pejabat publik organisasi internasional.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000