Terasa ada suasana kegamangan di tahun politik ini. Reformasi yang telah kita raih 20 tahun lalu telah melahirkan kebebasan. Semua orang bisa berpendapat apa pun melalui berbagai platform media sosial. Mau mengumbar kebencian, mengumbar fitnah, mengagungkan tokoh pujaan, mendelegitimasi tokoh lain, atau melakukan pencitraan adalah realitas di media sosial.
Media sosial sepertinya telah membelah masyarakat bangsa ini. Pilkada 2018 dan Pemilu Presiden 2019 menjadi latar belakang politik situasi kebangsaan ini. Sejarah menunjukkan ritual pilkada di 171 wilayah pada 27 Juni 2018 serta pemilu legislatif dan pemilu presiden serentak 17 April 2019 adalah hal biasa. Bangsa ini telah teruji menjalani proses demokrasi.
Memang harus diakui suasana kebatinan di tahun politik terasa tak menentu. Elite politik mempertontonkan bagaimana mereka telah terjebak dalam ”perebutan” kursi kekuasaan. Melalui media sosial, sepertinya semua cara dihalalkan untuk mendelegitimasi atau mendekonstruksi lawan politik mereka. Hoaks telah berkembang menjadi industri kebohongan.
Saling bantah dan saling tuding terjadi pada sejumlah elite politik kita. Kritik tanpa data, bantahan disertai ancaman penggunaan kekuasaan, dan umpatan muncul dalam ruang-ruang publik. Kekuasaan harus direbut dengan segala cara meskipun dengan cara harus membeli suara. Partai politik dibeli sehingga muncullah fenomena calon tunggal. Inilah ironi. Demokrasi haruslah disertai kontestasi. Kita pun prihatin ketika sejumlah pilkada digelar, sejumlah calon berada di tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berstatus tersangka.
Dalam suasana kebatinan bangsa seperti itulah, suasana Tri Hari Suci—Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci—dirayakan warga Kristiani. Lilin Paskah dinyalakan dengan api baru bukan hanya peringatan kematian dan kebangkitan Yesus dari mati. Peringatan Paskah harus diberi pemaknaan baru yang lebih aktual dengan suasana kebatinan bangsa ini. Paskah sebagai momen pembebasan harus juga mendapat pemaknaan baru.
Melalui momentum peringatan Paskah, sudah saatnya semua pihak mengambil peran agar masyarakat bangsa ini terbebas dari kepungan hoaks dan industri kebohongan, saling fitnah antar-anak bangsa. Tinggalkan praktik lama menuju habitus baru.
Kita berharap warga bangsa mulai meninggalkan praktik politik kotor dan menuju politik yang lebih beradab, meninggalkan politik ”mencuri” melalui korupsi menjadi politik memberi atau berbagi, meninggalkan politik eksklusif menjadi politik yang lebih terbuka.
Momentum Pilkada 2018 dan pemilu serentak 2019 tidaklah harus merusak persaudaraan sesama anak bangsa. Jangan sampai pada tahun politik, demokrasi hanya untuk demokrasi itu sendiri. Demokrasi hendaknya bisa membebaskan bangsa ini dari kungkungan kemiskinan, kubangan korupsi, hadirnya kesejahteraan dan keadilan sosial, serta kian terajutnya kembali tenun kebangsaan. Selamat Paskah 2018 bagi yang merayakannya.