Pemogokan besar-besaran yang dilakukan karyawan kereta api Perancis menjadi penentu, apakah sistem kesejahteraan Perancis akan berakhir.
Aksi ini akan berlangsung dua hari dalam setiap lima hari dan akan berlanjut sampai tiga bulan. Selama pemogokan hanya sekitar 12 persen sampai 20 persen kereta api yang akan beroperasi di level nasional ataupun daerah. Bisa dibayangkan dampak pemogokan ini terhadap sekitar 4,5 juta warga Perancis yang setiap hari menggunakan jasa kereta api untuk beraktivitas. Kekacauan terjadi di mana-mana.
Para karyawan kereta api itu menolak rencana pemerintah untuk merevitalisasi perkeretaapian nasional (SNCF) yang saat ini menanggung beban kerugian sampai 56 miliar dollar AS atau sekitar Rp 771,17 triliun akibat manajemen yang tidak efektif. Selama puluhan tahun karyawan perkeretaapian menikmati hak istimewa, seperti jaminan tidak akan diberhentikan sampai usia pensiun dan manfaat pensiun dalam jumlah besar. Mereka khawatir revitalisasi peraturan akan berujung pada privatisasi dan semua privilese itu akan hilang.
Ini menjadi ujian berat bagi Presiden Emmanuel Macron yang bercita-cita mentransformasi ekonomi Perancis. Semua pemerintahan sebelumnya selalu kalah ketika berhadapan dengan pemogokan besar-besaran yang melumpuhkan pelayanan publik. Pada 1995, misalnya, rencana Presiden Jacques Chirac dan PM Alain Juppe merestrukturisasi SNCF, antara lain dengan menaikkan batas umur pensiun, ditolak melalui pemogokan besar-besaran sehingga usulan itu dicabut.
Kali ini situasinya sedikit berbeda. Pemerintahan Macron yang didukung 60 persen kursi di parlemen merasa telah memperoleh mandat untuk melakukan transformasi di negeri itu. Macron ingin mengubah wajah Perancis yang dikenal ”doyan mogok” menjadi negeri yang secara ekonomi kuat di Eropa.
Untuk itu, ia bertekad untuk memicu pertumbuhan di Perancis, antara lain dengan mengurangi angka pengangguran dan membuka lapangan kerja melalui reformasi UU Perburuhan. Sebagian misinya berhasil diterapkan akhir tahun lalu tanpa perlawanan ketika ia merevisi aturan tenaga kerja soal perekrutan dan pemberhentian karyawan.
Namun, langkahnya untuk merevitalisasi SNCF sepertinya akan berliku. Pemerintahan Macron memperoleh tekanan dari Uni Eropa, di mana sampai dengan 2020 setiap negara anggota diharuskan untuk merevitalisasi perkeretaapian nasional untuk lebih siap berkompetisi. Artinya, sulit bagi Macron untuk melangkah mundur. Di sisi lain, para serikat pekerja beranggapan, jika kali ini Macron menang dalam isu kereta api, era kejayaan serikat pekerja dan sistem kesejahteraan Perancis akan berakhir.
Belum jelas siapa yang akan menang dalam adu kuat antara pemerintah dan serikat pekerja. Yang jelas, warga biasa yang menjadi korban. Dalam jajak pendapat yang dilakukan IFOP, 53 persen warga menyatakan, pemogokan tidak bisa dibenarkan.