Pekan lalu, Juru Bicara Pemerintah Amerika Serikat Sarah Sanders dikritik setelah menggunakan akun resminya untuk mengungkapkan kekecewaan terhadap sebuah restoran di Virginia. Sanders dinilai melanggar etika karena menggunakan akun resminya untuk mengecam pebisnis swasta demi alasan yang sifatnya personal. Pada era digital, penggunaan akun resmi dan akun pribadi kerap masih kabur.
Sejumlah perusahaan mengakui bahwa komunikasi dengan media sosial makin penting dan efektif, tetapi pada kenyataannya mereka sulit mengendalikan dan mengelola akun-akun media sosial dengan nama perusahaan. Ada risiko-risiko yang muncul ketika akun-akun resmi itu dikelola dengan tidak semestinya sementara akun-akun itu dinilai mewakili suara perusahaan.
Presiden Joko Widodo pernah mengalaminya ketika pengelola akun media sosialnya kecolongan dengan mengunggah sesuatu yang tidak pantas. Pengelola akun Kementerian Pertanian juga pernah mengunggah sesuatu yang tidak terkait dengan komunikasi kementerian itu, malah memuat sesuatu yang bisa dikaitkan dengan kepentingan politik tertentu.
Kasus campur aduk antara unggahan pribadi dan unggahan resmi dari akun perusahaan atau akun resmi seseorang kerap terjadi. Di dalam salah satu kajian disebutkan, pengelolaan akun resmi dengan menggunakan fasilitas teknologi milik pribadi adalah sesuatu yang berbahaya. Untuk itu disarankan agar keduanya dipisahkan.
Akun pribadi akan tidur ketika pemiliknya tidur, tetapi akun resmi bekerja terus selama 24 jam sehingga harus ada penanganan setiap saat. Pengikut akan berkomunikasi kapan pun dan di mana pun. Tak hanya itu pengelola juga harus memantau berbagai isu, kecenderungan, dan juga berkomunikasi dengan audiens. Tips yang sederhana adalah pastikan isi unggahan di media sosial sesuai dengan akun yang sesuai pula.
Kesalahan pengelola juga mencampuradukkan berbagai platform untuk satu isi unggahan padahal setiap platform memiliki karakter dan penggunaan berbeda. Pengelola juga perlu mengetahui kekuatan setiap platform media sosial agar komunikasi menjadi efektif. Setiap platform akan menjangkau audiens dengan cara berbeda. Jumlah pemberian tagar (hastag) untuk sebuah promosi atau kampanye tertentu di setiap platform juga harus diperhatikan karena masing-masing memiliki jumlah yang bisa membuat nyaman pengikutnya.
Akan tetapi, ketika berkaitan dengan produk premium, pertanyannya adalah apakah jumlah pengikut dalam jumlah besar menjadi sesuatu yang penting?
Masalah lainnya adalah tidak sedikit pengelola akun media sosial berpikiran untuk mendapatkan pengikut semakin banyak. Pikiran seperti ini mungkin tepat untuk akun-akun yang berurusan dengan produk-produk konsumer, ritel, dan produk-produk kebutuhan massal. Akan tetapi, ketika berkaitan dengan produk premium, pertanyannya adalah apakah jumlah pengikut dalam jumlah besar menjadi sesuatu yang penting?
Untuk produk premium sepertinya lebih tepat, jika mereka mengelola akun-akunnya secara intensif dengan cara memastikan pengikut mereka benar-benar pasar yang menjadi tujuan mereka daripada mengejar jumlah pengikut yang belum tentu pas dengan pasar mereka. Sejak awal produk premium sendiri sangat berhati-hati memasuki media sosial karena banyak pertimbangan, seperti kemungkinan merek mereka malah jatuh.
Cara yang bisa dilakukan adalah dengan membuat profil para pengikut serta mendapatkan informasi (insight) di media sosial dibandingkan berjualan di media sosial. Cara tradisional bisa dilakukan semisal dengan melihat akun-akun pengikutnya secar acak. Dengan cara ini, komunikasi mereka di media sosial lebih efektif.
Cara berikutnya adalah memastikan komentar-komentar di setiap unggahan adalah komentar yang bersih dari komentar otomatis (auto comment) atau komentar yang tidak pas. Untuk itu mereka bisa melakukan kurasi dan komunikasi terkait dengan berbagai komentar di akun-akun media sosial. Cara ini jika dikeloka dengan baik akan menghasilkan pengikut sejati yang juga pembeli potensial mereka sehingga mudah bagi perusahaan untuk membangun komunitas. Komunitas yang terbangun memudahkan mereka untuk melakukan survei atau saran untuk inovasi produk baru yang akan diluncurkan.
Oleh karena itu, bagi produk premium lebih baik memastikan akun-akun media sosial mereka juga merupakan akun dengan wajah premium. Jika mereka sulit mengendalikan, sebaiknya mereka membikin grup-grup di media sosial yang bersifat tertutup sehingga anggotanya jelas dan juga komunikasi makin efektif.