Perusahaan Thomas Alva Edison Itu Pun Tergusur
Mulai 26 Juni 2018, saham General Electric terhapus dari indeks Dow Jones (DJIA), komposisi harga-harga saham dari 30 korporasi publik paling bergengsi di AS. Walgreens Boots Alliance, sebuah perusahaan distribusi farmasi, menggantikan GE. Berakhirlah dominasi GE selama 122 tahun atau sejak komposisi indeks itu diciptakan oleh Charles Dow pada 1896.
Pada awal diciptakan, indeks ini terdiri atas saham 12 korporasi publik terbesar AS. Ini dianggap sebagai barometer utama naik turunnya sektor industri AS. GE termasuk di dalam 12 korporasi pertama itu. Dengan keluarnya GE, tidak ada lagi korporasi awal yang bertengger di DJIA.
”Perekonomian AS telah berubah. Produk-produk konsumen, keuangan, kesehatan, dan perusahaan teknologi kini lebih mengemuka. Pamor perusahaan yang bergerak di bidang industrial berkurang,” kata David Blitzer, Direktur Pelaksana S&P Dow Jones Indices, Selasa (19/6/2018) di New York.
Ini penjelasan diplomatis di balik prahara akut yang sesungguhnya telah menjatuhkan GE. Selama berbulan-bulan sebelumnya, para analis sudah memperkirakan GE akan terhapus dari DJIA. Perusahaan menghadapi tekanan pendapatan, persediaan uang kas seret, tidak ada laba, dan sulitnya pasar kelistrikan global.
GE kemudian menjalani program perampingan agresif, penurunan portofolio, perubahan manajemen, dan pengusutan Pengawas Pasar Modal AS (SEC). Namun, kata analis Deutsche Bank, John Inch, ”GE terus mengalami penurunan harga saham dan masuk kategori lemah dan memunculkan potensi penggusuran.”
Harga saham GE pernah mencapai puncak pada 22 Desember 1999 di angka 51 dollar AS. Sejak itu, harga saham tidak pernah lagi naik ke atas level tersebut. Fondasi korporasi pun terus melemah dan pada awal Juni 2018 harga saham GE ada di level 12 dollar AS.
Faktor kejatuhan
Majalah Fortune edisi 1 Juni 2018 menuliskan sejumlah faktor di balik kejatuhan GE, yang pernah dipimpin Jack Welch, salah satu chief executive officer AS yang dulu terkenal sejagat. Pada 2001, dia digantikan Jeff Immelt, yang mundur pada 12 Juni 2017, setelah memimpin GE selama 16 tahun. John Flannery, karyawan dengan karier 30 tahun di GE, kemudian menggantikan Immelt.
Saat Immelt mundur, pasar sangat senang. Akan tetapi, kepergiannya tak menolong pamor perusahaan. Di saat ekonomi dunia membaik seperti sekarang ini, saham GE anjlok sehingga kekayaan pemegang saham amblas hingga 100 miliar dollar AS. ”Investor bingung, tak bisa menangkap apa yang terjadi,” kata Nicholas Heymann dari William Blair & Co.
Padahal, peringkat obligasi GE pernah mencapai rating AAA. Artinya, surat utang itu relatif aman dalam segala situasi ekonomi, tetapi kini berada lima tingkat di bawah AAA, yakni A2. Level A2 ini hanya setingkat di atas junk (mirip kertas sampah). ”Tak satu pun dari kami senang dengan harga saham sekarang,” kata Immelt.
Flannery menyampaikan pesan, betapa dia seperti terputus dari masa lalu GE dan semuanya serba dievaluasi. ”GE tidak akan sama lagi dengan masa lalu,” kata Flannery.
Immelt sering mengatakan, masa kepemimpinannya dimulai dengan awal yang sulit. Beberapa hari setelah memimpin GE, terjadi serangan 11 September 2001. Pesawat milik United Airlines dengan mesin buatan GE menabrak gedung World Trade Center yang diasuransikan ke GE Capital. Setelah serangan 11 September itu perjalanan udara anjlok dan memukul bisnis GE, yang juga menyewakan pesawat lewat cara leasing.
Maskapai America West Airlines pun kemudian bangkrut. Dan, keputusan Immelt adalah menolong maskapai itu yang memakai pesawat sewaan milik GE.
”Seharusnya dia tidak melakukan penyelamatan itu,” kata Doug Parker, yang dulu CEO America West Airlines dan kini CEO American Airlines. Maskapai itu akhirnya dilebur ke American Airlines.
Kemudian, Immelt melihat kesempatan bisnis baru. Setelah serangan 11 September, muncul prosedur pengamanan lebih ketat dalam perjalanan di seluruh bandara dunia. Produk-produk pendeteksi logam saat itu laku keras. GE membeli Ion Track dan InVision, produsen pendeteksi bom.
Pada 2009, dua perusahaan yang dilebur menjadi GE Homeland Security ini terpaksa dijual murah senilai 760 juta dollar AS. Bisnis itu ternyata tidak terlalu menghasilkan. GE salah prediksi.
Pola serupa terus terjadi selama GE di bawah kepemimpinan Immelt.
Contoh lain, pada periode 2010-2014 harga minyak melejit ke level 100 dollar AS par barrel. Sembilan perusahaan migas dibeli dan digabungkan menjadi Baker Hughes. Namun, pada 2016 harga minyak anjlok sehingga keuangan GE pun merosot drastis.
Jauh sebelumnya, pada 2004 terjadi kenaikan pesat harga perumahan. GE pun terangsang membeli WMC, perusahaan pembiayaan sektor perumahan yang tidak berkualitas.
Namun, ambisi untuk meraup untung telah mengalahkan nalar. Pada 2007, harga perumahan mulai jatuh. GE memecat hampir semua karyawan WMC. Perusahaan ini dijual setelah mengalami kerugian 1 miliar dollar AS pada 2007.
Di sisi lain ada pula akuisisi GE yang menguntungkan, yakni saat GE membeli divisi turbin angin milik Enron seharga 358 juta dollar AS yang menghasilkan 10,3 miliar dollar AS pada 2017.
Aksi Immelt yang lain adalah saat GE menjual bisnis plastik ke Saudi Basic Industries seharga 11,6 miliar dollar AS sebelum krisis keuangan 2008. Kesepakatan itu dianggap sangat baik.
Akan tetapi, secara umum akuisisi perusahaan dianggap sebagai sumber masalah. Immelt dinilai tidak andal. Para analis Wall Street, pelanggan, perusahaan pemasok (vendor), pesaing, para mantan eksekutif, dan para mantan direktur GE mengatakan, masalahnya pada ”alokasi modal” untuk akuisisi itu.
GE juga dinilai tidak fokus pada bisnis, tetapi sibuk mengubah arah dan pola bisnis lewat akuisisi.
Akuisisi-akuisisi itu telah menyeret perusahaan. Hal paling mencengangkan adalah pada 2015 GE Power membeli Alstom, yang dulu pesaingnya asal Perancis.
Perusahaan turbin pembangkit tenaga listrik ini dibeli senilai 10,6 miliar dollar AS. Itulah akuisisi paling mahal. Tingkat laba Alstom rendah saat dibeli, tetapi GE yakin dapat menaikkannya.
Padahal, ada beban karyawan sebanyak 30.000 orang yang berupah tinggi dan pada umumnya di Eropa.
Hal yang juga akut, GE meningkatkan produksi turbin berbahan bakar minyak fosil. Pada saat bersamaan, turbin berbahan energi terbarukan mulai muncul sebagai pesaing. Permintaan terhadap produk GE Power anjlok, padahal dana besar sudah telanjur dialokasikan untuk bidang ini. Laba GE Power pun anjlok.
Immelt mencoba mengelabui pasar dengan tetap membagi-bagikan dividen kepada para pemegang saham. Flannery mengakui, ”Kami membayari dividen melampaui daya arus kas selama sekian tahun.”
Ini kontras dengan GE di era Welch ketika perusahaan dikenal bukan saja karena besar, melainkan juga karena menguntungkan dan terus berkembang. Dulu, GE juga dijuluki sebagai perusahaan dengan pengelolaan terbaik.
Mengabaikan digitalisasi
Dalam 10 tahun terakhir ada tuntutan perusahaan tidak sekadar menciptakan teknologi, tetapi teknologi pemberi umpan balik secara digital. Sistem ini juga bisa memberi informasi akurat tentang pengunaan teknologi sekaligus segala kekurangan dan kelebihannya.
Immelt setuju dengan visi ini tetapi lemah dalam pelaksanaannya. Padahal, perusahaan pesaing serius menjalankannya.
Immelt setuju dengan visi ini tetapi lemah dalam pelaksanaannya.
Hal ini menjadi salah satu penyebab anjloknya penjualan produk GE. Laba GE Power menurun, pesanan menurun, dan prospek bisnis ini tidak bagus.
Beberapa tahun belakangan, GE juga mengalami penambahan utang. Ini disebabkan perusahaan menggunakan uang lebih dari pendapatan, termasuk untuk membayar dividen.
Selama periode 2015-2017, GE membelanjakan 75 miliar dollar AS tetapi hanya meraih kas hasil laba hanya sebesar 30 miliar dollar AS. Pengeluaran ini termasuk untuk pembelian kembali saham dan akuisi.
Di balik gambaran orang tentang perusahaan yang suram, GE masih terdepan di tiga divisi, yakni pembangkit listrik, penerbangan, dan produk-produk kesehatan.
Akan tetapi, efeknya pada pergerakan indeks DJIA sudah lemah. Indeks tertimbang GE pada DJIA hanya 0,36 persen, jauh lebih rendah dari rata-rata 3,33 persen indeks tertimbang dari semua perusahaan yang menjadi komponen Dow.
Dengan kata lain, pergerakan saham GE tidak memberi efek signifikan pada pergerakan DJIA. Ini berdasarkan pemantauan The Mootley Fool yang memampangkan pengamatan pada situsnya, 20 Juni 2018.
Bencana dari divisi keuangan
Akar utama kejatuhan GE dimulai sepuluh tahun lebih atau sejak krisis ekonomi 2008 yang menimpa AS. Seperti ditulis CNN edisi 9 Oktober 2008, saat krisis itu keuangan GE sudah parah. GE Capital, divisi keuangan itu, terpukul keras. Pasar sudah sangat khawatir dengan kekuatan GE ketika itu.
Investor kawakan AS, Warren Buffet, salah satu pemegang saham, mencoba membantu untuk menenangkan publik, tetapi pasar ragu.
Di puncak krisis itu, GE telah mengakui pendapatan perusahaan terpukul hebat. GE Capital, dengan besaran bisnis beberapa kali kali lebih besar dari AIG, goyang karena krisis ekonomi.
GE Capital menggeluti bisnis asuransi, kartu kredit, pembiayaan komersial, perumahan, dan pinjaman pribadi. Dan, semua sektor itu terpukul hebat. Saluran dana ke nasabah macet pengembaliannya dan utang untuk menopang bisnis ini harus dibayari terus.
Saat itu, Nigel Coe, analis dari Deutsche Bank, memprediksi laba GE akan menurun pada 2008 dan 2009. ”Keadaan buruk menimpa GE Capital karena ketatnya pasar kredit, penurunan aset, dan beban utang.”
Keadaan buruk menimpa GE Capital karena ketatnya pasar kredit, penurunan aset, dan beban utang.
Ini masalah besar bagi GE, yang dulu konglomerat terbesar AS. Masalahnya, GE Capital adalah penyumbang signifikan bagi keuangan GE melebihi divisi-divisi lain.
James Hardesty, Presiden Hardesty Capital Management, saat itu mengatakan, tidak banyak yang bisa dilakukan Immelt untuk menyelamatkan perusahaan yang terimbas kisruh di GE Capital.
Hardesty mengamati sejak Immelt memimpin di 2001, bisnis GE Capital sudah dicoba dirampingkan. Divisi ini, yang dijuluki sebagai bank terbesar AS, terus berkembang, tetapi terlalu rumit pengelolaannya.
Pada krisis 2008, masalah GE Capital sudah terlalu besar, seperti ditulis oleh majalah Fortune pada 15 Oktober 2008. Persoalan ini telah menyeret GE.
Di masa kejayaannya, ekspansi bisnis GE Capital memang sempat sangat menolong perusahaan. Khalayak mengira, GE melulu soal perusahaan pembuat mesin pesawat, lokomotif, peralatan rumah tangga, dan kelistrikan.
Padahal, GE membesar dan kuat justru karena kontribusi keuntungan dan perkembangan dari GE Capital. Divisi non-keuangan merosot dari tahun ke tahun. Bisnis keuangan terus melejit dari tahun ke tahun.
GE Capital juga menjalankan bisnis pembiayaan untuk pembelian mobil bagi para konsumen di Eropa hingga investasi real estat di Florida, AS. Kartu kredit dari Wal-Mart atau Lowe sesungguhnya dari dana GE Capital.
Di masa jayanya, GE Capital lebih dari sekadar penyumbang laba ke perusahaan induk. Hubungan dengan perusahaan induk adalah hubungan yang simbiosis.
Di masa jayanya, GE Capital lebih dari sekadar penyumbang laba ke perusahaan induk.
GE Capital membantu konsumen yang membeli turbin, mesin jet, lokomotif, dan produk lain buatan GE. Biaya pembelian pinjaman berbunga rendah. Tak ada satu pun perusahaan sejenis yang mampu mengimbangi.
Hubungan simbiosis ini dulu sangat solid dan perusahaan mendapatkan peringkat AAA. Hal ini memungkinkan GE meminjam dana dari pasar untuk mendukung bisnis keuangan.
Surat utang yang didapatkan dari pasar GE hanya dikenai biaya 7,3 persen. Ini di bawah bunga serupa untuk Morgan Stanley di level 10,6 persen, Citigroup 8,4 persen, dan Berkshire Hathaway 8 persen.
Ekspansi itu kemudian menjerat. Hari-hari yang dramatis di kemudian hari telah mengganggu fokus perusahaan berusia lebih dari 130 tahun ini. GE Capital terseret kebangkrutan Fannie Mae dan Freddie Mac, dua perusahaan keuangan yang bergerak bi bidang pembiayaan perumahan.
Kekacauan GE Capital bukan saja karena krisis 2008. Ada langkah yang salah seperti yang terjadi pada hampir semua lembaga keuangan AS. Pada 2007, GE Capital memasuki bisnis subprime mortgages, yang kemudian dikenal sarat dengan rekayasa dan tipu muslihat keuangan.
GE Capital sempat meninggalkan bisnis home mortgage (penerbitan surat utang untuk pembiayaan perumahan) pada 2000. Immelt mendorong GE Capital memasuki lagi bisnis ini pada 2004 ketika prospek terlihat sangat bagus.
Di bawah Immelt, GE memasuki real estat komersial saat pasar ada di posisi puncak. Begitu masuk, pasar anjlok.
Divisi asuransi juga menjadi sumber persoalan. Pada 2004, GE melepas bisnis asuransi, Genworth Financial. Sebagai bagian dari kesepakatan, GE bersedia menjamin portofolio asuransi jiwa, kesehatan jangka panjang yang dijalankan Genworth Financial.
Akan tetapi, sejak satu dekade lampau biaya kesehatan di AS meningkat dan usia hidup konsumen pemegang polisi relatif panjang. Ini adalah beban keuangan lain bagi GE, penjamin portofolio Genworth Financial.
GE akan hancur seandainya bantuan pemerintah dan Warren Buffet tidak datang menolong.
Perusahaan tergadai
Jack Welch mendorong bisnis bank yang menjadi sumber ledakan pada 2008. ”Itu semua menjadi awal retaknya perusahaan,” kata Robert McCarthy, seorang pakar dari Stifel, perusahaan analis.
Kemudian, masalah membesar karena akuisisi-akusisi yang gagal. Utang perusahaan menumpuk dan dana pensiunan menganga dengan kas menipis.
Menurut CNN Money, semua itu menyebabkan perusahaan sangat dahaga akan kas. Total utang, beban pensiunan berlipat tiga sejak 2013, menurut kalkulasi Moody\'s Investor Service.
Saat bersamaan, bisnis lain di GE memburuk sehingga membuat kas kurang untuk membayari utang. Utang yang tinggi membahayakan. Saat pasar rawan, beban bunga utang naik. Ini menimpa GE.
GE terpaksa menjual unit-unit bisnis yang masih laku untuk mendapatkan uang kas. Divisi lokomotif dan kelistrikan siap tergadai walau itu adalah bisnis inti dan yang paling awal.
GE dulu konglomerat besar termasuk di dalamnya televisi NBC dan Universal Studios. Kini, perusahaan yang dulu menjadi teladan dan didirikan oleh Thomas Edison itu mengecil dan mengecil.
Welch mengubah GE menjadi besar, sedangkan Immelt merobohkannya dengan perlahan. Scott Davis, CEO Melius Research, mengatakan, ”Immelt menempatkan dirinya dan perusahaan pada situasi berbahaya….”
Kini, Flannery mengupayakan bisnis yang baik, kuat, sederhana, dan terus bekerja keras untuk meraih kembali kepercayaan konsumen.
Untuk mengatasi beban keuangan, pada 2015 divisi real estat dijual ke Blackstone dan Wells Fargo. Adapun aset GE Capital telah anjlok tiga perempat pada 2013.
GE kini juga masih pembuat lokomotif terbesar di Amerika Utara. Akan tetapi, untuk mengompensasi kerugian dari divisi keuangan dan asuransi serta masalah lain, GE akhir-akhir ini mencapai kesepakatan senilai 11 miliar dollar AS untuk melepas GE Transportation.
Begitu disepakati, bisnis yang sudah digeluti selama 111 tahun ini akan diakhiri.
GE juga sudah melepas bisnis lama yang digeluti, seperti pembuatan peralatan rumah tangga, seperti microwave, pendingin, dan mesin cuci, ke Haier (China) senilai 5,6 miliar dollar AS. Kesepakatan ini menandai perubahan arah perusahaan yang dulu mematenkan produk-produk bidang ini pada era 1890-an.
GE mulai membuat kulkas, setrika, dan mesin jahit awal 1900-an dan kini meninggalkannya.
Selama beberapa dekade, GE juga sempat menjadi pemain utama di bidang media. Sejarahnya dimulai 1890-an, ketika Edison menemukan video. GE juga menjadi pionir, baik dalam radio maupun televisi. GE mengontrol NBC pada 1986 dan Universal Pictures pada 2004.
Setelah krisis keuangan, tahun 2013, GE mundur dari industri media lewat kesepakatan dengan Comcast.
GE belum juga selesai dari masalah. Unit bola lampu, yang ditemukan Edison, mungkin akan terjual juga. Masalahnya, sektor ini bukan bisnis menggiurkan lagi. GE pun sedang berjuang mendapatkan pembeli.
GE kini sedang merencanakan penjualan divisi kesehatan dan kepemilikan di Baker Hughes, jasa sektor migas.
Namun, itu tidak mudah. GE sedang menghadapi persaingan ketat bidang pembuatan medical imaging machines, termasuk MRI dan alat pendeteksi suara-ultra. Ada Philips, Siemens, dan perusahaan pemula dari Asia yang telah memasuki bisnis ini. Kisah GE ini patut kita pelajari supaya kesalahan serupa tidak kita ulangi.