Perang Dagang Tak Selesaikan Sengketa Dagang
Pada 6 Juli 2018, Amerika Serikat meluncurkan ”perang dagang” terlebih dulu dengan memberlakukan tarif hingga 25 persen atas produk impor dari China senilai 34 miliar dollar AS secara resmi, dan mengumumkan juga daftar produk impor senilai 16 miliar dollar AS yang akan dinaikkan tarifnya.
Menghadapi provokasi AS, Pemerintah China terpaksa mengambil tindakan balasan yang diperlukan. Pada 10 Juli, AS mengeskalasi situasi lagi dengan menerbitkan daftar produk China senilai 200 miliar dollar AS yang disarankan dikenai kenaikan tarif impor 10 persen untuk mendengarkan opini publik.
Posisi dan pandangan China
Isu perdagangan antara China dan AS menarik perhatian dari seluruh masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sebagai Duta Besar China untuk Indonesia, saya ingin berbagi posisi dan pandangan pihak China sebagai berikut. Pertama, peluncuran ”perang dagang” AS terhadap China tidak memiliki dasar hukum internasional, bahkan akan membahayakan ekonomi dunia.
AS secara terang-terangan melanggar prinsip Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yakni perlakuan yang sama untuk semua anggota (Most-Favoured-Nations/MFN Treatment) dan kewajiban pengikatan tarif (Tariff Binding). Kebijakan AS itu adalah unilateralisme, proteksionisme perdagangan dan hegemonisme perdagangan yang tipikal. Walaupun mereka meminta opini publik di dalam negerinya tentang investigasi 301 terhadap China, yang menentang sebanyak 91 persen.
Pihak AS tidak hanya melakukan investigasi 301 terhadap China, tetapi juga melakukan investigasi 232 terhadap wilayah-wilayah ekonomi utama lain atas nama keamanan nasional sehingga meluncurkan ”perang dagang” berskala terbesar dalam sejarah ekonomi manusia.
Tindakan AS tersebut pasti akan memperburuk lingkungan ekonomi dan perdagangan dunia, merusak rantai industri dan nilai global, sehingga menghambat pemulihan ekonomi dunia, menimbulkan gejolak pasar dunia, dan merugikan kepentingan konsumen biasa mancanegara. Akhirnya, kepentingan AS sendiri juga akan dirugikan.
Kedua, dalih yang digunakan pihak AS untuk meluncurkan ”perang dagang” terhadap China tidak berdasar. Mengenai isu defisit neraca perdagangan AS terhadap China, pihak China tidak pernah dengan sengaja memacu surplus neraca perdagangan luar negerinya. Banyak faktor ikut mengakibatkan defisit perdagangan AS terhadap China, di antaranya yang paling utama adalah tingkat tabungan AS yang terlalu rendah dan peranan dollar AS sebagai mata uang cadangan internasional serta perbedaan kedua negara dalam daya saing industri dan pembagian kerja internasional.
Berdasarkan statistik, lebih dari separuh ekspor China ke AS disumbangkan oleh perusahaan asing. Selain itu, kebijakan membatasi ekspor produk berteknologi tinggi kepada China yang telah lama diberlakukan oleh pihak AS jugalah salah satu penyebab defisit perdagangan.
Pemerintah China telah sejak lama berusaha menyempurnakan sistem legal guna melindungi hak kekayaan intelektual (HKI). Pada tahun 2017, China mengeluarkan 28,6 miliar dollar AS untuk membayar royalti HKI, yang meningkat 15 kali lipat dibandingkan tahun 2001. Tudingan tentang apa yang disebut ”mencuri HKI” tidak berfakta.
Pemerintah China tak pernah menyampaikan permintaan yang disebut ”transfer teknologi paksa” kepada perusahaan asing. Kerja sama teknologi antara perusahaan China dan mitra asingnya tak lain hanya perilaku kontrak berdasarkan prinsip sukarela. Hak-hak dan kepentingan legal perusahaan asing yang berinvestasi dan beroperasi di China selalu dilindungi oleh hukum.
Kebijakan industri seperti ”Made in China 2025” dan lain-lain yang dilaksanakan Pemerintah China sesuai dengan kebiasaan umum yang berlaku di seluruh dunia dan terbuka terhadap perusahaan asing. Hal ini lebih adil ketimbang kebijakan tunjangan (subsidi) yang dilaksanakan AS di sektor pertanian dan manufaktur.
Kepentingan nasional
Ketiga, China tidak mau melakukan ”perang dagang” dengan AS, tetapi terpaksa mengambil langkah-langkah untuk membela kepentingan nasional dan mempertahankan prinsip perdagangan bebas dan sistem perdagangan multilateral. Pihak China sangat memandang penting perselisihan perdagangan di antara kedua pihak dan selalu mendorong penyelesaian melalui dialog dan koordinasi dengan kesungguhan hati dan kesabaran maksimal.
Dari Februari sampai Juni tahun ini saja, pihak China telah empat kali mengadakan konsultasi ekonomi tingkat tinggi dengan pihak AS, dan mendorong dikeluarkannya pernyataan bersama pada 19 Mei, di mana kedua pihak mencapai kesepakatan penting, yakni meningkatkan kerja sama ekonomi dan perdagangan serta tidak melakukan ”perang dagang”. Namun, lantaran kebutuhan politik domestik, AS mengingkari janjinya, meninggalkan konsensus bilateral dan bersikeras meluncurkan ”perang dagang” terhadap China.
Menghadapi situasi darurat yang dimunculkan oleh perilaku sepihak AS, pihak China terpaksa mengambil tindakan balasan dengan melaporkan tindakan unilateralis AS melalui mekanisme penyelesaian sengketa WTO.
Keempat, pihak China akan terus melaksanakan reformasi dan keterbukaan, secara tegas membela prinsip perdagangan bebas dan sistem perdagangan multilateral. Tahun ini menandai peringatan 40 tahun diberlakukannya kebijakan reformasi dan keterbukaan China. Keberhasilan ekonomi China selama 40 tahun ini adalah akibat kebijakan reformasi dan keterbukaan. Apalagi, pertumbuhan ekonomi berkualitas tinggi pada masa mendatang juga bergantung pada reformasi dan keterbukaan.
Seperti dikatakan Presiden Xi Jinping dalam pidatonya pada upacara pembukaan Forum Bo’ao untuk Asia, ”Pintu China tidak akan tertutup, tetapi akan terbuka lebih lebar.” Pemerintah China akan dengan teguh memegang pedoman bahwa pasar memainkan peran menentukan dalam alokasi sumber daya, terus mendorong keterbukaan terhadap negara asing, melindungi HKI, menciptakan iklim investasi yang kondusif, lebih lanjut memperkuat kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara lain di seluruh dunia.
Pihak China selalu berpandangan bahwa unilateralisme dan proteksionisme tidak akan menyelesaikan masalah perdagangan, tetapi mendatangkan masalah baru. Globalisasi adalah tren era yang tak dapat dibendung, seluruh negara harus bergandengan tangan untuk memperbesar kue ekonomi internasional melalui kerja sama dan membagi kue ini dengan musyawarah bersahabat.
Belakangan ini China telah terus menurunkan tarif impor untuk obat-obatan, mobil, dan sebagian produk sehari-hari, dan akan menyelenggarakan China International Import Expo untuk pertama kali di Shanghai pada November tahun ini, untuk lebih lanjut memperluas impor.
Pihak China bersedia bersama dengan komunitas internasional mendukung globalisasi ekonomi dengan tindakan konkret, untuk mempertahankan sistem perdagangan multilateral, mendorong tatanan perdagangan internasional kembali ke jalur yang baik sedini mungkin.
Xiao Qian Duta Besar China untuk Indonesia