Peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang berlangsung saat persaingan antarkekuatan di Laut China Selatan semakin tajam.
Didahului dengan serangkaian pembicaraan intensif di antara kedua belah pihak sejak pertengahan 1950-an, Indonesia dan Jepang resmi membangun hubungan diplomatik pada 1958. Kurang dari dua dekade kemudian, berbagai industri asal Jepang didirikan di Indonesia. Para pemimpin perusahaan Jepang berdatangan dan tinggal di wilayah RI sehingga interaksi di antara kedua negara kian dalam, tak hanya hubungan ekonomi, tetapi juga antarmanusia dan budaya.
Protes antimodal asing termasuk asal Jepang yang berujung pada kerusuhan di Jakarta pada Januari 1974—Peristiwa Malari—menjadi riak-riak yang mewarnai hubungan Indonesia-Jepang. Malari berlangsung bersamaan dengan kunjungan PM Jepang Kakuei Tanaka ke Jakarta.
Menginjak usia ke-60 tahun hubungan RI-Jepang, situasi dunia telah berubah. Tak ada lagi Perang Dingin Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat melawan Blok Timur yang dimotori Uni Soviet. Persaingan sosialisme versus kapitalisme sudah tidak relevan. Negara-negara yang dulu porak poranda akibat pertarungan ideologi, seperti Vietnam, kini sudah bangkit.
Tidak mengherankan, sekarang terjadi pergeseran sentral kekuatan ke arah Asia akibat perkembangan ekonomi di wilayah itu. China telah menjadi salah satu raksasa ekonomi yang tak hanya berpengaruh di Asia dan Pasifik, tetapi juga di Afrika serta Eropa. Dana yang digelontorkan Beijing untuk antara lain pembangunan infrastruktur merambah hingga ke Sri Lanka, pelosok Afrika, bahkan Eropa. Pengaruh sangat besar Beijing tersebut tampak pada Prakarsa Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative), serta klaim teritorial atas Laut China Selatan.
Dalam situasi perekonomian yang kian semarak itulah, perairan Pasifik, Laut China Selatan, dan Samudra India menjadi strategis karena merupakan urat nadi perdagangan global. Kemajuan ekonomi negara-negara di kawasan perairan ini ditentukan oleh perdagangan melalui laut. Sebagai contoh, sebagian besar pasokan energi untuk China dan Jepang melintas di Samudra India serta Laut China Selatan.
Negara-negara Asia Tenggara yang berada di tengah lanskap dinamika Samudra Pasifik-Samudra India tersebut tak terelakkan mempunyai posisi cukup strategis. Selain itu, dampak pertarungan berbagai kekuatan juga dirasakan oleh negara Asia Tenggara. Filipina dan Vietnam, misalnya, merasakan bagaimana dampak dari klaim Beijing atas Laut China Selatan.
Dalam situasi itulah, Indonesia dan Jepang memperingati 60 tahun hubungan kedua negara. Infrastruktur dan maritim yang menjadi salah satu fokus kerja sama perlu ditingkatkan. Lewat kerja sama ini, Jepang dapat mewujudkan misi menjamin Indo-Pasifik sebagai kawasan yang terbuka dan bebas. Di sisi lain, lewat kerja sama tersebut, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara diharapkan terbantu memperkokoh kesatuan ASEAN guna menopang Indo-Pasifik yang aman dan terbuka.