Kita kembali memperingati Hari Teknologi Nasional Ke-23 dengan tekad meningkatkan penguasaan iptek dan mendorong terjadinya inovasi di era industri 4.0.
Di tengah sepinya pemberitaan mengenai peringatan Hari Teknologi Nasional pada 10 Agustus lalu, pernyataan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengingatkan tentang pentingnya memiliki kebijakan nasional tentang penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.
Kita selalu diingatkan sejak tahun 1970-an tentang pentingnya peran riset serta penguasaan iptek bagi keberlanjutan suatu bangsa dan pertumbuhan ekonomi berkualitas. Kekayaan tanah dan air serta letak geografis Indonesia di garis khatulistiwa sering disebut sebagai anugerah tak ternilai.
Terbukti segala kekayaan alam tidak cukup untuk membawa Indonesia menjadi bagian kelompok negara maju. Kita masih negara berpendapatan menengah. Bahkan, jika terus bergantung pada komoditas dan kekayaan alam tanpa mengembangkan iptek dan riset untuk mendapat nilai tambah, Indonesia berpotensi terperangkap menjadi negara berpenghasilan menengah.
Rendahnya perhatian itu tampak dari kecilnya nilai investasi yang dicurahkan, yaitu hanya 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara 2 miliar dollar AS. Data Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) pada 2018 memperlihatkan Indonesia adalah salah satu negara dengan investasi iptek terendah, di bawah Vietnam (0,4 persen) dan Thailand (0,5 persen). Data itu juga menunjukkan kurangnya jumlah peneliti di Indonesia, yaitu hanya ada 89 peneliti per 1 juta populasi.
Korea Selatan, salah satu negara terkaya di dunia dengan penguasaan iptek dan inovasi terbaik, tetapi pada tahun 1970-an keadaan ekonominya mirip Indonesia, mengalokasikan 4,3 persen PDB atau sekitar 73 miliar dollar AS guna pengembangan iptek. Sekitar 78 persen dari dana itu datang dari dunia bisnis.
Banyak yang beranggapan pengembangan iptek sangat mahal dan kita belum siap mendanai pengembangan tersebut. Karena itu, diperlukan kebijakan nasional mengenai pengembangan iptek nasional. Seyogianya kita memiliki pedoman kebijakan riset dan pengembangan iptek dalam bentuk undang-undang untuk memperkuat Perpres No 38/2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional yang menjadi peta jalan riset hingga tahun 2045.
Kebijakan nasional pengembangan iptek tersebut harus memuat tegas bahwa pengembangan iptek disesuaikan dengan sumber daya alam, manusia, dan modal keuangan nasional.
Kebijakan tersebut juga memastikan pengembangan iptek, riset, dan inovasi tidak melupakan rakyat kebanyakan, tetapi harus dapat dimanfaatkan dan dinikmati semua lapisan masyarakat untuk mencegah semakin lebarnya kesenjangan kemakmuran seperti terjadi di Silicon Valley, AS.
Karena itu, kita memerlukan peran pemerintah dalam menciptakan iklim yang akan mendorong bisnis mengembangkan iptek, riset, dan inovasi, tetapi secara bersamaan juga menyediakan dana pemerintah bagi pengembangan iptek yang dapat dijangkau dan dimanfaatkan rakyat kebanyakan.