Momentum Nasionalisme
Juaraaa… siapa kita?” Begitulah pekik komentator ketika tim nasional sepak bola Indonesia menjuarai Piala AFF U-16. Pekikan dijawab penonton, ”Indonesia luar biasa.”
Momentum timnas U-16 menjuarai Piala AFF tidak hanya memberi harapan akan masa depan sepak bola Indonesia, lebih dari itu tetesan keringat para atlet muda itu merajut kembali nasionalisme yang terkoyak kontestasi politik berkepanjangan.
Momentum memang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, sebagaimana momentum kemerdekaan ataupun reformasi yang menumbangkan Orde Baru. Seluruh momentum tersebut menghasilkan energi luar biasa ketika terbangun kesadaran kolektif akan tujuan yang sama.
Saat ini bangsa Indonesia memerlukan momentum juara menghadapi Asian Games. Lebih dari itu, kita perlu pekikan ”Indonesia luar biasa” setiap hari.
Dalam 73 tahun kemerdekaan, bangsa Indonesia memerlukan momentum nasionalisme untuk menjadi bangsa yang lebih baik, sekaligus mewujudkan tujuan kemerdekaan yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Sayang, meski potensinya luar biasa, bangsa Indonesia belum dapat mewujudkan tujuan kemerdekaan. Persoalannya adalah belum kuatnya nasionalisme sehingga menyebabkan bangsa Indonesia masih berkubang dalam budaya koruptif, menghancurkan kebinekaan demi kekuasaan, bahkan berupaya mengganti Pancasila yang merupakan media diseminasi nasionalisme.
Kesadaran kolektif
Namun, selain fondasi yang sudah ditanamkan para pendiri bangsa, membangun nasionalisme perlu momentum. Lalu M Zohri juara, disusul timnas U-16, bisa menjadi momentum, apalagi disusul gelaran Asian Games.
Momentum nasionalisme sangat diperlukan mengingat saat ini bangsa Indonesia berada dalam tahun politik. Dari pilkada serentak hingga Pilpres 2019.
Kita sudah melihat, kontestasi politik menggerus nilai-nilai kebinekaan demi tujuan politik praktis. Upaya penggerusan, terutama menggunakan agama, membuat identitas bangsa Indonesia seolah dilupakan. Fenomena tersebut membuat komponen bangsa terkotak-kotak dan apatis terhadap nasionalisme.
Saat ini nasionalisme hanya menjadi ritual, sebagaimana upacara peringatan hari kemerdekaan yang digelar di setiap instansi, tetapi tidak membangkitkan semangat nasionalisme.
Cardozo (2015), peneliti tentang Indonesia, menyampaikan perlunya membumikan nasionalisme. Cardozo menyebut nasionalisme sebagai ”a stream of tendency, whether you choose to call it philosophy or not, which give us coherence and direction to thought and action”.
Mengacu pada definisi tersebut, nasionalisme merupakan roh pemersatu suatu bangsa. Tanpa nasionalisme, suatu bangsa akan tercerai berai. Sebaliknya bangsa yang kuat selalu memiliki nasionalisme yang kuat, artinya ada kesadaran kolektif setiap komponen bangsa untuk membawa bangsa tersebut ke arah yang lebih baik.
Membangun nasionalisme
Membangun nasionalisme perlu partisipasi seluruh komponen bangsa. Ini yang harus diawali dengan kesadaran kolektif, kesadaran seluruh komponen bangsa tanpa resistensi pada kesamaan cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara.
Mengutip pandangan JJ Rouseau, nasionalisme akan terbentuk dengan sikap luhur seluruh komponen bangsa yang cinta pada tanah airnya. Untuk itulah momentum perlu dibangun. Sebab, nasionalisme selalu mengalami pasang surut tergantung pada perasaan kolektif bangsa.
Tergerusnya rasa nasionalisme berganti dengan pemikiran pragmatis adalah dampak dari renggangnya soliditas bangsa. Rakyat, misalnya, mudah dipengaruhi karena tingkat kesejahteraannya belum terpenuhi.
Maka, dalam rangka membangun nasionalisme ini, marilah kita awali dengan pemikiran bahwa negara adalah penjelmaan organisasi kekuasaan rakyat. Oleh karena itu, penyelenggaraan negara berorientasi pada rakyat sehingga pada akhirnya seluruh komponen bangsa merasakan kesetiaan Tanah Air mendalam.
Persoalannya, negara sekarang tidak dipersepsikan sebagai organisasi kekuasaan rakyat, tetapi organisasi yang mendapat legitimasi dari rakyat. Rakyat dalam hal ini hanya obyek dari penyelenggaraan negara.
Inilah saatnya membangun nasionalisme mulai dari titik nol, dengan dukungan momentum nasionalisme Asian Games dan peringatan hari kemerdekaan. Mari kita tempatkan rakyat sebagai subyek penyelenggaraan negara. Merdeka.
Rio Christiawan Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya