Pada tulisan dua pekan lalu (4 Agustus 2018) telah dijelaskan kenaikan kurs valuta asing berdasarkan teori yang dikemukakan sejumlah ahli ekonomi. Akan tetapi, bisa saja kenaikan kurs valuta asing tersebut dipengaruhi faktor lain yang tidak sering dibahas berbagai pihak. Ada beberapa faktor yang mungkin bisa ditelusuri terkait kenaikan kurs tersebut.
Pertama, Pemerintah Indonesia yang saat ini bekerja sama erat dengan Pemerintah China. Banyak pengusaha melakukan pendekatan agar terjadi transaksi dagang dan juga investasi oleh China. Informasi ini bisa dibaca di media massa di Indonesia. Hal itu membuat ada negara lain yang merasa perlu melakukan tindakan agar Pemerintah Indonesia memahami, pendekatan pemerintah kepada China itu berdampak terhadap hubungan dengan negara tersebut.
Negara penerbit valuta asing dollar melakukan tindakan untuk membuat dollarnya menguat dengan berbagai cara. Bahkan, ada informasi beberapa pihak memainkan valuta asing tersebut agar rupiah melemah sehingga Indonesia mempunyai persoalan terhadap mata uangnya. Dalam kasus ini, sebenarnya pemerintah perlu menunjukkan sikap tidak memihak negara tertentu. Biarkan pebisnis yang melakukan perdagangan sehingga tidak ada yang merasa dihindari.
Kedua, faktor situasi regional dan dapat dibelinya saham Freeport sebesar 51 persen bisa juga menjadi salah satu faktor yang membuat harga valuta asing mengalami kenaikan. Situasi regional yang sedang mengalami persoalan pada mata uangnya akan memengaruhi beberapa negara. Hal ini seperti yang terjadi di Turki di mana mata uangnya, lira, melorot tajam terhadap dollar AS.
Adanya kebutuhan untuk membeli dollar tersebut diperhatikan pemain pasar sehingga pemain pasar mendorong agar terjadi pembayaran yang lebih besar dan kenaikan ini dinikmati para pemain pasar. Akibatnya, Pemerintah Indonesia juga harus pintar mengelola nilai kurs valuta asing agar dalam pembayaran kepada Freeport tidak terjadi kenaikan yang besar akibat kenaikan nilai kurs.
Ketiga, pengelola pasar valuta asing juga bisa melakukan intervensi ketika terjadi fluktuasi nilai kurs valuta asing. Pengelola pasar mendapatkan keuntungan atas intervensi tersebut. Bahkan, tindakan itu dilakukan bersekongkol dengan pemain pasar agar terjadi fluktuasi dollar yang tidak kelihatan. Terkait Bank Indonesia sebagai lembaga yang menstabilkan kurs valuta asing dan itu tertuang pada undang-undang, perlu disimak tindakan BI tersebut.
Bank Indonesia mengalami keuntungan atas transaksi valuta asing sebesar Rp 33,6 triliun pada tahun 2013 dan meningkat lagi menjadi Rp 51,97 triliun pada tahun 2014. Kemudian, transaksi meningkat menjadi Rp 80,67 triliun pada tahun 2015, turun menjadi Rp 11,614 triliun pada 2016, dan turun lagi menjadi Rp 4,324 triliun pada 2017 (sumber Laporan Keuangan BI 2013-2017). Adanya keuntungan BI dalam transaksi valuta asing ini juga merupakan tindakan yang dipertanyakan. Melihat keuntungan yang didapat BI atas transaksi ini merupakan sebuah keunikan dan membuat pihak lain mengalami kerugian.
Saya perhatikan adanya kritik terhadap BI atas keuntungan tersebut. Maka, BI mengubah kebijakan sehingga keuntungan pada tahun 2016 dan 2017 sudah mengalami penurunan dan menuju sangat kecil. Hanya BI yang tahu atas tindakannya untuk transaksi valuta asing tersebut. Namun, sangat perlu dibuat kebijakan agar jangan ada pihak lain mendapatkan keuntungan atas kebijakan melakukan transaksi di valuta asing ini.
Kebijakan pengelolaan valuta asing
Keempat, badan usaha milik negara (BUMN) dan swasta yang banyak berutang dalam bentuk valuta asing merupakan salah satu faktor penting terjadinya gejolak nilai kurs valuta asing tersebut. Setiap bulan sebenarnya BUMN tersebut harus mencari valuta asing untuk membayar bunga dan cicilan utang. Adanya permintaan membuat harga kurs valuta asing tersebut mengalami kenaikan.
BUMN tersebut berlomba membeli valuta asing pada akhir periode karena adanya tanggal pelaporan BUMN. Biasanya pelaporan keuangan BUMN sering disampaikan untuk publik pada akhir Maret, Juni, September, dan Desember. Pengelolaan terhadap permintaan valuta asing oleh BUMN perlu dilakukan dengan baik agar terjadi keseimbangan sehingga fluktuasi nilai kurs valuta asing tidak terjadi.
Salah satu kebijakan yang perlu dilakukan adalah membeli valuta asing yang dibutuhkan BUMN tersebut tidak langsung ke pasar, tetapi bisa ke BI. Bahkan, BUMN tersebut tidak bisa membeli valuta asing tersebut hanya kepada bank tertentu saja sehingga bank tersebut membuat harga sesukanya. Oleh karena itu, BUMN tersebut membuat perencanaan kebutuhan valuta asingnya setiap akhir bulan dan BI membantu untuk penyelesaiannya. Tindakan ini akan membuat nilai kurs valuta asing tidak berfluktuasi sangat besar.
Kelima, kebijakan yang dianut saat ini, ketika nilai kurs valuta asing ditentukan oleh Bank Indonesia, merupakan sebuah persoalan tersendiri. Setiap pebisnis akan selalu merujuk pada nilai kurs tengah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Penerbitan angka nilai kurs ini membuat harga yang terjadi di pasar bukan harga pasar yang sebenarnya, bahkan bisa disebut merupakan harga model yang diciptakan.
Apabila harga nilai kurs valuta asing ditentukan pasar, Bank Indonesia harus melepas dan menciptakan adanya pasar futures dari valuta asing di pasar yang merefleksikan nilai kurs yang sebenarnya. Adanya harga kurs valuta asing untuk satu bulan sampai satu tahun ke depan membuat nilai kurs valuta asing tersebut mempunyai fluktuasi yang normal. Kebijakan ini membuat Bank Indonesia membuat nilai kurs tengah dan adanya keuntungan seperti yang diuraikan di atas. Sebaiknya ada sebuah kebijakan yang lebih mengarah karena pasarlah yang menentukan nilai kurs tersebut.
Uraian di atas memperlihatkan bagaimana teori yang ada tidak bisa menjelaskan kepada publik mengenai kenaikan atau penurunan nilai kurs valuta asing.