Dari Muka Turun ke Hati
Salah satu saudara dari pihak ibu saya mengirimkan pesan begini. Kecantikan atau ketampanan itu tak pernah sirna. Kalau muda ada di wajahmu, maka kalau sudah tua ia akan pindah ke hati. Membaca pesan itu, saya tersenyum sendiri.
Faktor U
Saya tersenyum karena di masa muda, wajah saya juga tidak tampan, tetapi perilaku saya juga tak indah. Sekarang ini sudah tua, wajah saya malah tambah tidak tampan dengan sejuta kerut dan bekas jaringan parut karena masa muda yang acakadul. Soal hati? Hati mungkin sudah lebih baik, tetapi belum bisa dikatakan cantik atau tampan.
Kalau hati itu saya anggap sebuah tempat penyimpanan, saya baru bisa menyimpan hal-hal yang baik sedikit sekali. Masih begitu banyak simpanan berupa kebencian, penyesalan, balas dendam, iri hati di dalamnya. Jadi, kalau membaca pesan di atas itu, saya jadi agak meragukan bahwa kecantikan atau ketampanan seseorang itu bisa pindah ke hati di hari tua.
Saya sudah acap kali mendengar dari teman-teman atau klien saya bahwa kebaikan yang sedikit dalam tempat penyimpanan itu karena saya bertambah usia. Faktor U, demikian orang banyak mengatakan. Saya dahulu juga menganggapnya demikian. Bahwa faktor U (usia atau umur) sering kali dikaitkan dengan bertambahnya kebijaksanaan, kerendahan hati, legawa, memaafkan dalam diri seseorang. Tentu termasuk juga menjadi mudah lupa dan badan mudah keok.
Tetapi, dalam usia saya yang sudah setengah abad lebih ini, secara signifikan saya pribadi tak merasakan bahwa faktor usia itu memberi pengaruh kepada keinginan saya untuk berbuat baik, keinginan saya untuk mengubah sikap saya, cara saya berbicara dan konten pembicaraan yang saya sampaikan.
Bahkan sampai tulisan ini dibuat, saya merasa bahwa usia yang bertambah tak berbanding lurus dengan bertambahnya perbuatan baik dalam tempat penyimpanan itu. Kecantikan dan ketampanan yang dahulu hanya fisik semata kemudian berubah menjadi hati yang baik, seperti perubahan kepompong menjadi kupu-kupu, kok, masih saya ragukan.
Dengan pengalaman hidup yang setengah abad itu dan dengan tingkat intelektual yang seadanya, saya merasa bahwa keduanya berbeda seperti siang dan malam. Usia hanya sebuah angka yang bertambah, fisik berubah dari muda ke tua karena memang demikianlah seharusnya, seperti semua perjalanan kehidupan di dunia fana ini. Wajah mau diberi krim antipenuaan atau diubah melalui operasi plastik, toh, tetap akan kelihatan tua. Kalaupun terlihat muda, mudanya juga berbeda dengan kemudaan masa muda.
Bukan faktor U
Sementara hati yang cantik dan tampan itu sama sekali tak dapat diubah dengan bertambahnya usia. Mungkin pernyataan ini hanya berdasarkan pengalaman hidup saya semata. Karena perbedaan kecantikan atau ketampanan hati saya di masa muda dan sekarang ini masih bisa dikatakan sama. Sama sarkastisnya. Sama penuh lukanya.
Maka tak heran sampai sekarang ini saya juga masih seperti belati kalau sedang menulis di media sosial. Mungkin tak sampai berdarah, tetapi selalu nyelekit. Dalam kehidupan sehari-hari pun tabiat negatif itu masih dirasakan rekan kerja, rekan bisnis, dan beberapa klien saya. Apalagi soal memaafkan.
Anda pasti masih selalu ingat cerita saya tentang kepala sekolah yang menyakitkan. Sampai hari ini saya belum seratus persen mampu memaafkannya. Bahkan semakin tua, semakin bertambahnya usia, memaafkan itu semakin sulit dilakukan seperti sulitnya untuk mengubah sikap dan karakter.
Kepedihan hati pun makin terasa, iri hari semakin memuncak, kesepian dan rasa kehilangan semakin menjadi-jadi, apalagi kalau sudah berbicara soal ketakutan menghadapi hidup dan melihat beberapa teman seusia meninggal.
Beberapa minggu lalu sebelum saya menyetor tulisan ini, saya membayar sebuah sesi penyembuhan diri sendiri. Saya melakukan ini karena saya ingin memiliki hati yang cantik dan tampan. Mengikuti sesi ini saja telah membuktikan bahwa usia saya yang bertambah tak memindahkan kecantikan fisik ke hati. Saya mengikuti sesi ini karena dalam tempat penyimpanan saya, sudah terlalu banyak hal tidak baiknya yang saya pendam dari masa muda dahulu.
Dan ternyata sangat melelahkan kalau tempat penyimpanan itu tak bisa bersih. Maka saya menyimpulkan bahwa kecantikan dan ketampanan hati itu tak bisa datang secara otomatis hanya karena usia yang bertambah. Keindahan sebuah hati itu harus diupayakan oleh orang yang bersangkutan.
Selama saya ini tak mau menjadi cantik dan tampan, ya…, selama itu saya tak cantik dan tak tampan. Umur tak mengubah apa pun dari hati saya, umur hanya sebuah tanda bahwa saya bertambah tua. Jadi, saya mau baik atau tetap mau memelihara yang tidak baik, saya yang harus memutuskannya. Keputusan memiliki hati yang cantik dan tampan tidak digantungkan pada pertambahan umur.