Laporan tentang 750 orang yang digigit anjing rabies sepanjang Januari-Juli 2018 di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, sungguh memprihatinkan.
Tahun lalu, di kabupaten yang sama dilaporkan 945 kasus gigitan anjing rabies. Menurut laporan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan, hanya sembilan dari 33 provinsi di Indonesia yang bebas dari rabies. Indonesia memang termasuk salah satu dari 72 negara endemis rabies.
Dari sembilan provinsi, lima provinsi sejak awal tidak punya sejarah rabies, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat, dan Papua. Empat provinsi lainnya bebas dari rabies setelah mengupayakan eradikasi: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Catatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan menunjukkan, meskipun tahun 2013 terjadi penurunan gigitan hewan penular rabies (69.136 kasus) dibandingkan 2012 (84.750 kasus), tahun 2014-2015 terjadi lonjakan kasus, mencapai 80.403 kasus tahun 2015. Kalau tahun 2016 kasus turun lagi menjadi 64.774 kasus, berarti upaya penanganan rabies di Indonesia belum efektif dan konsisten.
Padahal, rabies merupakan penyakit akut dan fatal karena menyerang susunan saraf pusat. Virus rabies menular pada manusia melalui gigitan hewan yang terinfeksi, seperti anjing, kucing, monyet, dan kelelawar. Yang menyesakkan dada, sepanjang 2012-2016 jumlah korban meninggal akibat rabies mencapai 558 orang atau rata-rata 112 orang setiap tahun.
Meskipun belum ada obatnya, rabies dapat dicegah melalui vaksinasi, baik pada hewan penular maupun manusia yang tertular. Begitu digigit binatang yang dicurigai terinfeksi, korban harus segera disuntik vaksin antirabies.
Vaksinasi juga harus diberikan pada hewan yang berpotensi menulari. Masalahnya vaksin rabies harus diberikan lewat suntikan sehingga mudah diberikan pada binatang peliharaan, tetapi susah dipraktikkan pada hewan liar di jalanan. Akibatnya, cakupan vaksinasi rabies rendah sehingga siklus rabies sulit dipotong pada anjing dan kucing liar.
Sebenarnya sudah tersedia vaksin per os lewat mulut. Dicampur dengan umpan, vaksin ini terbukti menurunkan angka rabies pada hewan liar di Amerika Serikat dan populasi rubah di Eropa. Vaksin per os telah diuji coba di Meksiko, Tunisia, dan Afrika Selatan pada anjing jalanan sehingga tidak ada salahnya diterapkan di Indonesia.
Soeharsono dalam artikelnya, ”Rabies Meluas Indikasi Apa?” (Kompas, 24/2/2009), juga mengingatkan pentingnya memperkuat otoritas veteriner di pelbagai daerah agar penanganan kesehatan hewan dipegang oleh ahlinya. Selain itu, sistem pengawasan dan karantina perlu diperketat agar daerah yang sudah bebas dari rabies tidak disusupi hewan yang terinfeksi.
Jumlah kasus gigitan yang belum berkurang signifikan di Kabupaten Sikka menunjukkan upaya eradikasi belum sungguh-sungguh dilaksanakan. Namun, di sisi lain, keberhasilan empat provinsi mengeradikasi rabies bisa menjadi acuan untuk memutus rantai penularan rabies di seluruh Indonesia.