Surat Kepada Redaksi
Layanan Tiga BUMN
Dalam tiga bulan ini, saya merasakan semakin jauh dari layanan ”untuk kepentingan seluruh rakyat” oleh tiga badan usaha milik negara (BUMN): Pertamina, Bank Mandiri, dan Telkomsel.
Dalam ekonomi sulit, bagi lansia berpenghasilan sangat terbatas, bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sangat berarti. Namun, di tiga stasiun pengisian bahan bakar untuk umum di sepanjang Jalan Jatiwaringin, Jakarta Timur, yang saya lalui sering tersua ”Premium habis”.
Resep menghadapi masa depan ditanamkan sejak dulu oleh orangtua dengan mendidik anaknya menabung. Kearifan ini luluh lantak oleh peraturan perbankan sejak 2004 dengan semakin terkurasnya tabungan terkena potongan uang administrasi saban bulan yang lebih besar dari jasa tabungan yang tak seberapa.
Pengalaman pahit perbankan ini hampir terjadi pada saya awal Agustus lalu. Dua puluhan tahun saya menjadi nasabah Safe Deposit Box (SDB) Bank Mandiri dari uang sewa mulai Rp 36.000 (sekarang Rp 550.000 dan uang kunci Rp 700.000) per tahun.
Dua tahun lalu saya berhenti sewa SDB setelah memenuhi syarat saldo di tabungan Rp 100.000. Waktu itu ada pesan petugas SDB: bila saya berubah pikiran untuk kembali menyewa SDB, tinggal lapor dengan persyaratan sebelumnya. Namun, ketika via telepon saya hubungi SDB Bank Mandiri, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, saya dibebani persyaratan baru. Sisa rekening terdahulu hangus, harus buka rekening baru serta beli produk (karena via telepon, tak disebut apa produk itu). Transaksi ini saya batalkan karena saya merasa tak adil.
Terakhir, akhir Agustus 2018 lalu, tentang layanan tele- pon rumah di Plaza Telkom. Dulu, apabila konsumen ingin mengklirkan pemakaian telepon, Telkom memblokir 1-2 bulan, tetapi pelanggan tetap bayar abonemen yang tak seberapa. Sekarang, untuk memblokir, pelanggan harus membayar Rp 105.000, bayaran normal minimal. Kalau tak bayar, nomor dihapus selamanya.
Mohon bantuannya. Bagaimana seharusnya standar dan prosedur dalam ketiga hal di atas agar lebih berpihak pada kepentingan konsumen?
Nasrul Idris
Jalan Gondangdia Baru, Jaticempaka,
Pondokgede, Bekasi, Jawa Barat
Menahan Beasiswa Pemegang Polis
Saya pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera nomor 2002355848 sejak 1 Agustus 2002 dengan masa angsuran 16 tahun dan tersurat dalam polis ”Beasiswa dibayar pada 1 Agustus 2018".
Namun, ketika saya mengajukan permohonan pencairan di kantor AJB Bumiputera Cabang Bintaro pada 16 Juli lalu, petugas bernama P mengatakan, pencairan baru bisa dilaksanakan 2-3 bulan kemudian, bahkan bisa 4 bulan, dengan alasan bahwa AJB Bumiputera sudah diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dua hari kemudian saya mendatangi kantor AJB Bumiputera untuk memastikan hak saya atas polis beasiswa tersebut. Namun, petugas bernama E mengatakan, pembayaran beasiswa baru bisa dilaksanakan 3-4 bulan kemudian. Saya diberi fotokopi surat pemberitahuan permohonan maaf tertanggal 23 Mei 2018.
Di dalam surat tersebut tersua ”bahwa pada saatnya nanti klaim Bapak/Ibu akan terbayarkan”. Simpulan saya berdasarkan layanan dan sikap petugas yang saya jumpai di AJB, ada tiga hal yang sangat merugikan nasabah.
Pertama, AJB Bumiputera tak bertanggung jawab, malah menipu nasabah. Kedua, pegawai AJB Bumiputera memberi keyakinan bahwa penundaan pembayaran klaim kepada nasabah karena tindakan/perbuatan OJK. Terkesan OJK tak kompeten menyelesaikan masalah. Ketiga, surat permohonan maaf tidak disampaikan lebih awal dan tidak dipublikasikan.
EFFENDI TJAHJADI
Pemegang polis, tinggal di Alam Sutera,
Tangerang Selatan, Banten