Burung dan Aturan Menteri
Reaksi Ibu Rini Rinayanti dalam Surat kepada Redaksi (Kompas, 30/8/2018) terkait aturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2018 mengenai tumbuh-tumbuhan dan burung-burung tertentu yang dilindungi sangat mengherankan saya walaupun saya mengerti perasaannya sebagai penggemar burung.
Perlu saya tekankan bahwa burung-burung yang beterbangan secara bebas dengan sendirinya akan berkembang biak secara alami. Mereka tidak perlu campur tangan manusia untuk menjaga level populasinya.
Sudah terbukti bahwa manusia merupakan musuh terbesar dari aneka satwa di Bumi. Saya justru mohon dan menganjurkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengeluarkan peraturan yang melindungi semua satwa dan tumbuh-tumbuhan di Nusantara.
Saya merasa bangga dengan adanya spesialis pemanggil burung, yakni Pak Wahyudi Amin (Kompas, 13/10/2017), yang sangat mengenal dan sayang pada berbagai macam dan jenis burung yang hidup bebas di Nusa Tenggara Barat. Ia pemandu wisata andal yang selalu mengantar wisatawan dalam dan luar negeri yang sengaja datang ke Lombok untuk melihat burung-burung langka di sana. Sayang sekali Lombok sedang dilanda musibah sehingga sedikit wisatawan yang datang.
Di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, ada Pak Idris Tinulele (Kompas, 24/10/2017), sarjana peternakan yang 10 tahun lebih berjuang melestarikan segala tumbuhan dan satwa di taman nasional itu. Pak Idris pintar menirukan suara berbagai burung dan ia juga berjuang mati-matian agar spesies burung-burung itu bisa tinggal dan terbang bebas di habitatnya di Taman Nasional Lore Lindu. Karena itu, saya sarankan kepada Ibu Rini Rinayanti agar berangkat ke Lore Lindu dan belajar mengenai burung-burung dari Pak Idris yang sudah bertahun-tahun mempelajari segala jenis burung.
Pak Idris juga bekerja secara sukarela sebagai pemandu wisatawan asing yang dalam jumlah besar selalu datang ke Taman Nasional Lore Lindu untuk mempelajari dan mengambil foto dari 265 jenis burung yang hidup bebas di alam: beterbangan dan berkembang biak alami di taman nasional tersebut.
Lynna van der Zee-Oehmke Jl Parahyangan, Medi I, Sentul City, Bogor, Jawa Barat
Syarat Wisuda
Di Surat kepada Redaksi (28/8/2018) Agustinus Ananta mengusulkan seabrek syarat tambahan bagi mahasiswa yang sudah menyelesaikan program studi akademiknya sebelum mereka pantas diwisuda. Usul itu baik, bahkan ideal, sehingga hampir mustahil dilaksanakan.
Bagaimana kalau usul itu dicoba dulu di wisuda (pengukuhan) guru besar? Setahu saya, hanya UGM yang senat guru besarnya memperhatikan aspek moral dalam menilai kepantasan seorang dosen untuk dikukuhkan sebagai guru besar.
Setahu saya profesor kehormatan (honoris causa) juga tidak lazim. Yang lazim hanya doktor HC dan profesor di mimbar kegurubesaran (choir of professorship) untuk menghormati tokoh yang besar jasanya.
L Wilardjo Jl Kasuari, Salatiga, Jawa Tengah
Tanggapan Transjakarta
Menanggapi Bapak Abdul Kadir Soleman dalam surat pembaca Kompas (Kamis, 23/8/2018), ”Pintu Transjakarta di Halte UKI”, kami mohon maaf atas kurang proaktifnya petugas dalam mengatur alur pelanggan naik ataupun turun.
Kami akan terus menginformasikan kepada para petugas agar memberikan kesempatan lebih dahulu kepada pelanggan transjakarta yang turun dari bus dan baru kemudian mempersilakan pelanggan yang akan naik ke bus.
Semoga ke depan pelanggan transjakarta semakin nyaman. Terima kasih atas masukan yang Bapak sampaikan.
DAUD JOSEPH Direktur Operasional PT Transportasi Jakarta