Tanggal 20 Oktober 2018, empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla. Ada sejumlah prestasi diraih, tetapi kritik kepada mereka juga ada.
Klaim keberhasilan dan kritik ketidakberhasilan dari kubu oposisi adalah wajar dalam situasi kontestasi demokrasi seperti sekarang ini. Keberhasilan pembangunan diturunkan dalam berbagai data teknokratik, seperti kilometer jalan tol yang telah dibuat, jumlah bandara yang telah dibangun, jumlah pelabuhan yang telah diperbaiki, dan angka kemiskinan yang telah diklaim turun.
Klaim keberhasilan itu, tentunya, coba dipatahkan oleh kubu oposisi dengan sejumlah fakta, misalnya pelemahan rupiah akibat penguatan dollar Amerika Serikat (AS), jumlah utang yang terus membengkak, dan harga yang melambung.
Isu emosional itu bisa dimanfaatkan kubu oposisi untuk mencoba menggerus elektabilitas petahana, sekaligus memberikan keuntungan politik kepada penantang. Isu ekonomi, khususnya penguatan dollar AS terhadap semua mata uang di dunia, yang berdampak pada pelemahan rupiah, haruslah diantisipasi pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Perang narasi dipastikan akan dilakukan kedua kubu. Selain isu ekonomi yang harus jadi perhatian penuh Presiden Jokowi, janji-janji kampanye yang belum terealisasi harus dicoba direspons dan perlu ada penjelasan. Sebut saja kritik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia soal belum tuntasnya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, yang tercantum dalam dokumen Nawacita, harus ada ikhtiar untuk menjelaskannya kepada masyarakat.
Kita berharap, selain pesta demokrasi, 17 April 2019, setahun tersisa pemerintahan Presiden Jokowi hingga 20 Oktober 2019 bisa dimanfaatkan untuk memenuhi janji-janji pemilu yang belum bisa direalisasikan. Tetaplah berorientasi untuk kepentingan rakyat dan bangsa. Kinerja Kabinet Kerja harus dioptimalkan untuk mengejar target-target yang belum dicapai.
Koordinasi di tingkat menteri harus kian dirapikan sehingga tidak terjadi kegaduhan antar-kementerian, seperti dalam kasus impor beras atau rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Keputusan menteri atau keputusan pemerintah perlu dimatangkan terlebih dahulu lingkungan istana, melakukan mitigasi risiko komunikasi, sebelum disampaikan kepada publik.
Di sinilah sebenarnya peran juru bicara pemerintah (bukan juru bicara presiden dan sampai sekarang belum ada) penting untuk menyampaikan capaian pemerintah, kebijakan pemerintah, dan tanggapan pemerintah dalam konteks yang tepat kepada publik.
Menggunakan kekuasaan untuk kepentingan rakyat adalah keniscayaan. Biarlah rakyat sendiri yang akan menentukan masa depan Indonesia karena hakikat pemilu adalah ”meneruskan” atau ”mengganti”.
Jika rakyat puas dengan kinerja pemerintah petahana, bisa saja hasil pemilu memberikan mandat kedua kepada petahana. Sebaliknya, jika rakyat tidak puas, bisa saja mandat dialihkan kepada penantang. Itulah demokrasi! Masih ada waktu enam bulan untuk meyakinkan rakyat!