Setelah meninggalkan kesepakatan menyangkut program nuklir Iran, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan, AS juga keluar dari Traktat INF.
Traktat INF (Intermediate-range Nuclear Forces) atau Rudal Nuklir Jarak Menengah diparaf waktu itu oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 8 Desember 1987 di Washington DC.
Sekadar kilas balik, Traktat INF lahir setelah berlangsung perundingan alot menyusul penggelaran rudal jarak menengah (berjangkauan hingga 5.500 kilometer) SS-20 Uni Soviet di wilayahnya yang berada di Eropa pada tahun 1977. Dengan rudal itu, kota-kota di Eropa Barat dengan mudah menjadi sasaran rudal baru Soviet yang menggantikan rudal lama SS-4 dan SS-5. Selain berjangkauan lebih jauh, SS-20 yang berhulu ledak tiga juga lebih akurat, dan lebih cepat persiapan peluncurannya, selain juga bersifat mobile.
Semula AS merasa bahwa pihaknya masih bisa menangkal rudal Soviet di Eropa itu dengan persenjataan nuklir strategisnya, juga dengan pesawat terbang yang mampu mengangkut senjata nuklir. Namun, atas permintaan pemimpin Eropa Barat yang dimotori Kanselir Jerman Barat Helmut Kohl, AS meninjau kembali kebijakannya. Akhirnya AS bersama dengan sekutu-sekutu NATO sepakat untuk merespons SS-20 dengan dua jenis rudal, yakni rudal balistik Pershing II dan rudal jelajah Tomahawk pada tahun 1983.
Semenjak itulah berlangsung serentetan perundingan untuk menghapus rudal nuklir jarak menengah, yang juga ditandai dengan tekanan publik di negara-negara Eropa yang khawatir perang nuklir bisa menjadikan benua mereka sebagai kancah perang mengerikan.
Akhirnya, menyusul KTT Reykjavik Oktober 1986 antara Presiden Reagan dan Sekjen Gorbachev, Traktat INF bisa ditandatangani di AS dan disahkan Senat AS pada Mei 1988.
Namun, Presiden Trump rupanya melihat banyak terjadi perkembangan setelah tiga dekade sejak Traktat diberlakukan. Perubahan sikap AS seperti kita baca beritanya di harian ini, Senin (22/10/2018), karena Rusia menggelar rudal yang jangkauannya termasuk dalam yang dilarang oleh Traktat.
Trump tidak ingin Rusia bebas melakukan pengembangan, sedangkan AS tetap mengikuti Traktat.
Menanggapi langkah AS, sejumlah pejabat Rusia mengeluarkan kecaman. Antara lain disebutkan, langkah AS itu berbahaya dan akan sulit dimengerti oleh komunitas internasional.
Seperti disinggung dalam berita kemarin, perubahan sikap AS boleh jadi juga karena memperhitungkan faktor China, yang memang tidak termasuk dalam kesepakatan. AS mungkin khawatir, Traktat akan membelenggu dirinya, sementara negara di luar Traktat bisa bebas mengembangkan senjata nuklir.
Dari sudut pandang lebih umum, adanya traktat pembatasan atau penghapusan senjata nuklir baik untuk alasan perdamaian dan keamanan dunia. Namun, semboyan ”America First” mengalahkan pandangan ini.