Pemerintah kembali menerbitkan paket ekonomi untuk meningkatkan daya tahan dan daya saing ekonomi Indonesia menghadapi tantangan dari dalam dan global.
Paket ke-16 yang dikeluarkan pekan lalu bertujuan untuk menekan defisit transaksi berjalan dan mengerem pelemahan nilai tukar rupiah dalam jangka menengah-panjang. Tiga kebijakan itu adalah perluasan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) atau tax holiday; relaksasi daftar negatif investasi (DNI); dan peningkatan devisa hasil ekspor, khususnya sumber daya alam.
Melalui paket ini pemerintah menginginkan investasi langsung tumbuh lebih cepat. Terdapat 95 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI sehingga boleh 100 persen dimiliki pemodal asing. Bidang usaha itu, antara lain, percetakan kain, usaha pariwisata alam, jasa konstruksi migas, pengeboran migas di laut, rokok, karet kering, galeri seni, farmasi obat jadi, dan alat kesehatan.
Perluasan sektor usaha yang mendapat pembebasan PPh Badan yang menjangkau sektor berbasis hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan kita harapkan dapat menghela pertumbuhan sektor perdesaan. Sementara tax holiday untuk ekonomi berbasis digital, komputer, dan telepon seluler akan membawa Indonesia menjadi pemain andal dalam era industri 4.0.
Setiap kali pemerintah melonggarkan aturan penanaman modal asing, masyarakat biasanya akan mempertanyakan keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan kemampuan industri dalam negeri.
Agar investasi langsung asing berdampak baik untuk negara tempat investasi, hal itu membutuhkan dukungan industri bahan baku dan industri penolong, tidak hanya menjadikan negara tujuan investasi sebagai pasar, serta disertai peningkatan penguasaan teknologi dan kapasitas sumber daya manusia. Pada sisi lain, investasi asing sering dilihat sebagai sumber investasi, alih teknologi, dan perluasan jaringan pasar.
Kita mencoba memahami berbagai langkah pemerintah memperkuat ketahanan ekonomi nasional, termasuk melalui paket terbaru kebijakan ekonomi ini. Nilai tukar rupiah melemah sejak April 2018 hingga menembus di atas Rp 15.000 per dollar AS sebelum kembali menguat ke aras Rp 14.594 pada Jumat pekan lalu.
Pelemahan rupiah merupakan akibat defisit transaksi berjalan sebab pengeluaran untuk transaksi barang, jasa, pendapatan faktor produksi, dan transfer uang dalam perdagangan internasional kita lebih besar daripada pendapatan.
Dengan sudah dikeluarkannya 16 paket kebijakan ekonomi, pertanyaan yang juga muncul adalah efektivitas semua kebijakan tersebut. Presiden Joko Widodo menengarai perilaku birokrat di tingkat pemerintah daerah belum mendukung langkah percepatan investasi langsung.
Oleh karena itu, baik juga melihat lebih menyeluruh ekonomi kita. Sejumlah ekonom menyebut, tantangan kita adalah tidak efisiennya ekonomi, ditunjukkan oleh angka incremental capital output ratio (ICOR) di atas 6 persen, menunjukkan masih mahalnya biaya investasi untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi, dibandingkan dengan negara yang sekelas dengan kita. Hal ini mengindikasikan perlu kenaikan produktivitas ekonomi nasional untuk menjawab tantangan dari dalam negeri dan global.