Aliansi baru menyeruak di Timur Tengah setelah Arab Saudi gagal mendominasi Dewan Kerja Sama Teluk. Hal itu membuat perubahan peta politik kawasan.
Blok politik terbaru itu beranggotakan tujuh negara di tepian Laut Merah dan Teluk Aden, yakni Arab Saudi, Jordania, Mesir, Sudan, Yaman, Djibouti, dan Somalia. Deklarasi blok politik di Riyadh, Rabu (12/12/2018), dihadiri menteri luar negeri negara-negara tersebut.
Sebelumnya, Raja Arab Saudi Pangeran Salman bin Abdulaziz al-Saud gagal menghadirkan Emir Qatar pada pertemuan tahunan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Riyadh, Minggu (9/12). Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir pada Juni 2017 ”mengurung” perbatasan Qatar menyusul tuduhan Arab Saudi bahwa Qatar membantu teroris.
Padahal, kurun 2008-2016, Qatar berhasil memediasi banyak konflik, mulai dari konflik Darfur, pembebasan tawanan perang asal Djibouti di Eritrea, pembebasan sandera di Suriah, konflik di Yaman, krisis politik di Lebanon, hingga rekonsiliasi faksi-faksi di Palestina, termasuk Hamas dan Fatah. Itu tak lepas dari keanggotaan tidak tetap Qatar di Dewan Keamanan PBB. Dalam krisis diplomatik melawan Arab Saudi dan sekutunya, Qatar didukung Iran—rival Arab Saudi di kawasan—dan Turki.
Ketika Arab Saudi dihadapkan pada sinisme politik akibat kasus terbunuhnya wartawan Jamal Khashoggi dan Raja Salman pun tak bisa mengajak Qatar balik ke GCC, Saudi terlihat sedikit kesulitan mengimbangi pengaruh Iran dan Turki di kawasan.
Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir menyebutkan, tujuan utama blok baru tersebut untuk menciptakan keamanan dan stabilitas dalam aktivitas perdagangan dan investasi di sepanjang jalur ini. Teluk Aden dan Laut Merah merupakan area sangat strategis dan vital bagi pergerakan kapal di dunia, baik untuk tujuan keamanan maupun pembangunan.
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melihat garis pantai Tanduk Afrika sebagai sisi keamanan barat mereka. Diperkirakan sekitar 3,2 juta barel minyak per hari melewati Laut Merah dan Selat Bab al-Mandeb menuju Eropa, Amerika Serikat, dan Asia. Dalam beberapa tahun terakhir, jalur ini juga menjadi target perompak Somalia dan Houthi yang didukung Iran dari Yaman.
Sebagai bagian untuk mendorong diversifikasi ekonominya dari minyak, Arab Saudi mengumumkan beberapa megaproyek di sepanjang Laut Merah, termasuk zona bisnis dengan nilai 500 miliar dollar AS. Mungkin, untuk mengamankan proyek ini, Arab membuat aliansi baru.
Apakah aliansi baru akan kian menguatkan pengaruh Arab Saudi di kawasan, mengingat sebagian besar anggotanya negara miskin? Ataukah aliansi ini untuk mengamankan jalur Laut Merah dari perompak Somalia?
Apa pun alasannya, pembentukan aliansi baru ini mengubah peta politik di kawasan. Kunjungan Putra Mahkota Mohammed bin Salman ke Mauritania sebagai bagian dari politik luar negeri Saudi berpaling ke Tanduk Afrika. Kalaupun tidak, dengan aliansi baru ini, Saudi bisa lebih percaya diri tampil di kawasan.