Masa persidangan DPR tahun 2018 sudah ditutup pekan lalu. Ini semestinya menyadarkan 560 wakil rakyat untuk bergegas menyelesaikan PR-nya pada 2019.
Pekerjaan rumah (PR) terutama adalah dalam bidang legislasi. Mengacu Program Legislasi Nasional 2015-2019, ada 189 rancangan undang-undang yang diusulkan dan semestinya dirampungkan. Namun, hingga saat ini, belum separuhnya yang sudah disahkan.
Masa kerja DPR periode 2014-2019 berakhir 30 September 2019. Artinya, masih tersisa sembilan bulan untuk menyelesaikannya sebelum masa jabatan mereka berakhir. Namun, boleh jadi itu pun tidak akan optimal karena sekitar lima bulan akan lebih banyak yang terfokus pada daerah pemilihan masing-masing untuk melanggengkan jabatannya lewat Pemilu 2019.
Rendahnya kinerja DPR 2014-2019 dalam fungsi legislasi sudah lama mendapat sorotan. Pada tahun pertama, tahun 2015, misalnya, hanya lima RUU yang disahkan. Bandingkan dengan pencapaian tahun pertama DPR 2009-2014 yang berhasil menyelesaikan delapan RUU di 2010.
Sepanjang tahun ini pun, hanya lima RUU yang disahkan. Catatan Kompas, total RUU yang disahkan DPR 2014-2019, di luar peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan RUU APBN tahunan, hanya 22 RUU atau sekitar 11 persen dari Program Legislasi Nasional.
Pimpinan DPR pernah menegaskan, pemerintah pun ikut berkontribusi atas berlarut-larutnya penyelesaian undang-undang ini. Argumennya, RUU dibahas dan disetujui bersama, DPR dan pemerintah.
Belum adanya koordinasi di antara kementerian/lembaga yang ditugaskan Presiden membahas RUU, pemerintah yang tak kunjung menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU, atau seringnya menteri mengutus pejabat yang tidak berwenang mengambil keputusan adalah beberapa alasan lain yang diungkapkan.
Amandemen Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan jelas bahwa DPR memiliki kekuasan membentuk undang-undang. Hal ini berbeda dengan sebelum amandemen, yang lebih menempatkan peran sentral eksekutif. Dengan titik tolak itu, DPR tidak bisa tidak, harus mengoptimalkan fungsinya, apa pun kondisinya.
Banyaknya fakta tentang ketidaksungguh-sungguhan sejumlah wakil rakyat di persidangan pun tak mungkin diingkari, seperti kerapnya rapat tidak kuorum sehingga menghambat pembahasan RUU. Setelah memasuki masa kampanye Pemilu 2019, kondisi ini bahkan semakin menjadi-jadi.
Fungsi legislasi hakikatnya merupakan fungsi utama lembaga legislatif. Fungsi lainnya, pengawasan (controlling) dan anggaran (budgeting), adalah bagian dari fungsi legislasi. Melalui fungsi ini, wakil rakyat menerjemahkan aspirasi masyarakat menjadi keputusan politik yang nantinya harus dilaksanakan semua pihak, baik eksekutif maupun yudikatif.
DPR yang bersungguh-sungguh menyelesaikan PR-lah yang berhak menyandang predikat sebagai wakil rakyat. Bukan yang tidak mengerjakan PR.