Reformasi dan Keterbukaan Pasar yang diluncarkan oleh pemimpin China, Deng Xiaoping, berhasil mengantar negara itu menjadi kekuatan penting di dunia.
Diluncurkan pada 18 Desember 1978, program reformasi dilaporkan telah mengangkat ratusan juta warga China dari kemiskinan. Pada 40 tahun lalu, angka kemiskinan di kalangan penduduk pedesaan China mencapai 97,5 persen. Angka ini lalu turun menjadi tinggal 3,1 persen pada tahun lalu.
Kota Shenzhen menjadi simbol penting reformasi yang diluncurkan Deng. Di kota ini, ”uji coba” penerapan pasar yang terbuka, yang memungkinkan swasta membuka usaha dan pihak asing menanamkan modal, dilakukan. Setelah dinilai berhasil, apa yang diuji coba di Shenzhen diterapkan di sejumlah tempat lain di China. Sebagaimana halnya kota-kota lain di China sekarang, Shenzen kini memiliki gedung-gedung pencakar langit, jalan-jalan bebas hambatan, dan kantor-kantor perusahaan. Shenzhen yang empat dekade lalu adalah desa nelayan miskin berubah menjadi pusat bisnis penting.
Setelah 40 tahun reformasi, China menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Produk China berada di hampir semua negara. Kekuatan ekonominya memungkinkan China meluncurkan prakarsa pembangunan infrastruktur sangat ambisius, yang meliputi beberapa negara, mulai dari negara-negara di Afrika, Montenegro di Eropa, hingga Sri Lanka di Asia Selatan.
Berbagai kritik mengikuti pencapaian China tersebut. Proyek infrastruktur di Sri Lanka dan beberapa wilayah lain dinilai telah membuat negara penerima pinjaman masuk dalam ”perangkap utang”. Belum lagi keterbukaan pasar di China yang dinilai masih belum sepenuhnya sama dengan keterbukaan pasar yang diterapkan negara-negara Barat. Eropa dan Amerika Serikat protes karena perusahaan mereka tidak bisa leluasa beroperasi di China. Sebaliknya, perusahaan asal China dapat menikmati kebebasan yang penuh saat beroperasi di Eropa serta AS.
Isu lain yang mengiringi pencapaian China ialah terkait hak milik intelektual. Barat memprotes China karena dinilai banyak pemalsuan dilakukan di negara itu. Terjadi pula pemaksaan terhadap perusahaan asing untuk menyerahkan hak intelektual teknologinya agar perusahaan itu mendapatkan akses luas atas pasar China. Problem terkait perdagangan dan teknologi itu merupakan bagian krusial rivalitas AS-China yang ditandai dengan adu penerapan tarif. Keduanya kini berada dalam masa ”gencatan senjata”, tidak menaikkan tarif impor hingga Maret, guna mendiskusikan berbagai perbedaan di antara mereka.
Dalam situasi itu, Presiden China Xi Jinping saat memberikan pidato peringatan 40 tahun reformasi menyatakan bahwa negaranya tidak akan tunduk pada kekuatan asing mana pun. Selain menekankan kesetiaan untuk terus menerapkan sistem satu partai, Xi menyampaikan bahwa reformasi dan keterbukaan akan terus dilanjutkan. Dengan kata lain, China akan meningkatkan apa yang sudah dicapainya sekarang. Dinamika dan ketegangan yang menyertai kebangkitan negara itu akan terus memberi dampak pada dunia.