Duh... Sepak Bola Indonesia
Teater sepak bola kita, seperti halnya sendi-sendi kehidupan bangsa ini di pelbagai sektor lain, hari ini kembali jadi berita. Penyebabnya: ia diperunyam oleh kuatnya indikasi budaya korupsi yang menggurita.
Padahal, ”Indonesia adalah Brasil-nya Asia. Pesepak bola Indonesia bermain dengan inteligensia dan bakat unik yang tidak ada duanya di dunia. Bakat-bakat mereka lebih baik dibandingkan pemain Korea atau Jepang. Pada era 1950 dan 1960-an, tim-tim Asia jangan bermimpi mampu menaklukkan tim (dari) Asia Tenggara ini”.
Itulah kenangan Sekjen Asian Football Confederation Peter Velappan di Asiaweek (5/6/1998) menjelang Piala Dunia 1998. Namun, di mana kini Indonesia dalam percaturan sepak bola Asia Tenggara? Tak membanggakan! Sepak bola kita hanya memiliki masa lalu.
Dalam artikel itu tersaji foto pemain Indonesia, Rocky Putiray, dengan teks berbunyi: ”Pemain Indonesia seperti Peri Shandria yang sedang melompat itu memiliki bakat, tetapi pertandingan sering kali sudah diatur skornya”.
Menurut Peter Velappan, asal-muasal keterpurukan prestasi Indonesia itu akibat ”organisasi persepakbolaannya yang amburadul dan tidak mampu membersihkan borok korupsi yang ada”, sebagaimana keterpurukan prestasi sepak bola di Asia Tenggara selama berpuluh-puluh tahun terakhir.
Dalam belitan meruyaknya budaya korupsi pengaturan skor itu, sepak bola Indonesia merupakan teater sepak bola penuh rekayasa. Peraturan begitu mudah berganti-ganti, tetapi ujungnya hanyalah jebloknya prestasi demi prestasi timnas kita.
SOS, sepak bola Indonesia. Sebagai suporter sepak bola Indonesia, saya berharap KPK mampu mengamputasi kanker dalam sepak bola Indonesia itu sampai ke akar-akarnya.
Bambang Haryanto
Jalan Semangka 2 /17,
Wonogiri, Jawa Tengah
Standar Dokumen Imunisasi Umrah
Saya adalah pelanggan Kompas sejak tahun 1999. Saya ingin mengadukan apa yang kami alami dengan maksud semata-mata untuk perbaikan pelayanan.
Bermula dari pengurusan persyaratan untuk beribadah umrah, kami harus mendapatkan imunisasi meningitis di Kantor Kesehatan Pelabuhan II Probolinggo, wilayah kerja Pelabuhan Pasuruan.
Pendaftaran daring telah saya lakukan beserta istri pada tanggal 22 November 2018 dan mendapat konfirmasi pada hari itu juga untuk imunisasi tanggal 28 November 2018. Syarat yang diinformasikan adalah membawa printout bukti konfirmasi pendaftaran daring serta formulir vaksinasi internasional.
Ternyata petugas satuan pengamanan alias satpam yang bertindak sebagai penerima data meminta fotokopi paspor dan pasfoto. Alasannya, fotokopi paspor dan pasfoto itu akan diunggah ke data nasional. Di samping itu, istri saya juga diharuskan tes urine. Alasannya, ini adalah keharusan untuk pasien yang lahir setelah tahun 1968.
Kebetulan istri saya membawa fotokopi paspornya, tetapi tidak membawa pasfoto. Terjadi perdebatan yang akhirnya membuat saya memutuskan untuk foto di luar klinik. Anehnya, petugas satpam tidak memperbolehkan saya melakukan itu dengan tawaran mereka akan membantu secara diam-diam.
Saya jadi semakin tak yakin terkait syarat tambahan itu benar-benar diperlukan. Jangan-jangan hanya tipu-tipu yang terorganisasi, yang berujung pada biaya tambahan.
Seusai imunisasi, saya menemui dokter dan asistennya. Mereka hanya terbengong-bengong ketika saya tanyakan syarat-syarat di luar ketentuan tersebut.
Pertanyaan saya, benarkah ada syarat tambahan di Kantor Kesehatan Pelabuhan II Probolinggo selain yang sudah diinformasikan secara daring?
Slamet Wahyudi
Sumbergedang, Pandaan,
Pasuruan, Jawa Timur