Memasuki tahun 2019, pertumbuhan harus dapat diciptakan dari kegiatan di dalam negeri di tengah tanda-tanda melandainya ekonomi global.
Sinyal awal melandainya pertumbuhan global dikeluarkan produsen telepon seluler iPhone. Untuk pertama kalinya dalam 16 tahun terakhir, produsen iPhone, Apple, menurunkan prediksi pendapatan karena melemahnya penjulan telepon seluler itu di China.
Pengumuman Apple memperkuat perkiraan Dana Moneter Internasional pada Oktober 2018 bahwa ekonomi China akan tumbuh melambat menjadi 6,2 persen dari 6,4 persen. Perang dagang Amerika Serikat dan China disebut sebagai penyebab perlambatan yang dampaknya akan dirasakan secara global.
Amerika Serikat sebagai negara kedua terbesar tujuan ekspor Indonesia setelah China diperkirakan pertumbuhannya juga akan stagnan menjelang akhir tahun ini. Keterbelahan pemerintahan AS setelah Partai Demokrat menguasai DPR AS akan sangat memengaruhi berbagai rencana Presiden Trump, termasuk dalam bidang ekonomi. Kondisi kedua negara tersebut akan memengaruhi ekspor Indonesia.
Dari dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo ketika menaikkan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sudah mengingatkan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi. Dampak kenaikan suku bunga acuan yang sepanjang 2018 naik 1,75 persen akan terasa setahun setelah dilaksanakan, yang berarti terjadi tahun ini.
Langkah antisipatif menghadapi pilihan-pilihan tidak mudah karena beban defisit transaksi berjalan yang memengaruhi nilai tukar rupiah dan pembayaran utang luar negeri.
Pemerintah ingin konsumsi rumah tangga tumbuh di atas 5,1 persen sebagai stimulus ekonomi sebab investasi belum memenuhi target. Stimulus diberikan melalui kenaikan lebih 30 persen belanja sosial menjadi Rp 387, 3 triliun untuk program jaminan kesehatan, pangan nontunai, Program Keluarga Harapan, serta subsidi kredit usaha mikro dan perumahan. Sementara itu, harapan pemerintah pemilu dapat menaikkan konsumsi masyarakat (Kompas, 28/12/2018) mungkin tidak dapat memenuhi harapan mengingat kampanye dimulai sejak Oktober 2018 dan melihat pengalaman pilkada serentak 27 Juni 2018.
Stimulus yang masih memungkinkan pertumbuhan adalah rencana pemerintah meneruskan pembangunan infrastruktur fisik. Pembangunan tersebut dapat menjadi stimulus apabila menyerap banyak tenaga kerja melalui program padat karya. Pembangunan infrastruktur juga akan menimbulkan pertumbuhan jika menyerap bahan-bahan lokal.
Pembangunan infrastruktur perlu dilakukan di pusat-pusat ekonomi, tetapi minim jalan, listrik, irigasi, seperti jalan desa dan jalan untuk perkebunan sawit, kopi dan kakao rakyat, serta sentra pertanian, peternakan, dan perikanan rakyat.
Pembangun infrastruktur dengan pendekatan tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas karena menjawab tantangan pembangunan berkesinambungan sekaligus berkeadilan karena mengatasi ketimpangan.