Sepak Bola Indonesia Belum Kiamat
Dunia sepak bola Indonesia kembali terguncang dengan terbongkarnya skandal pengaturan skor di kompetisi sepak bola nasional Liga 2 dan Liga 3.
Empat tersangka ditangkap pada hari Kamis, 27 Desember 2018, oleh Satuan Tugas Antimafia Sepak Bola yang dibentuk dan dikomandani langsung oleh Kepala Polri. Polri menangkap empat oknum PSSI, yakni seorang anggota eksekutif, eks anggota Komite Wasit, wasit, dan seorang anggota Komisi Disiplin.
Pembentukan satgas ini terpublikasi ketika Kapolri diundang hadir pada acara bincang-bincang Mata Najwa, Rabu (28/11/2018), di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Gebrakan Kapolri dilakukan sebagai upaya bersih-bersih persepakbolaan nasional yang dari waktu ke waktu tak pernah sepi dari skandal suap. Suap seakan abadi, tidak ada matinya hingga kini. Sebagai sebuah industri, sepak bola menawarkan banyak hal: hiburan, prestasi, prestise, dan uang.
Biro Humas Polri mengungkapkan hingga kini telah menerima 229 laporan dan aduan dari masyarakat terkait dengan dugaan mafia sepak bola. Dari sejumlah laporan tersebut terdapat 48 laporan yang layak ditindaklanjuti melalui klarifikasi, konfirmasi, dan verifikasi.
Sepak bola adalah identitas suatu bangsa. Dari sepak bola lahir kebanggaan dan nasionalisme. Pada Satgas Antimafia Sepak Bola digantungkan harapan besar agar sepak bola Indonesia ke depan harus lebih baik dan lebih berprestasi.
Suap di dunia sepak bola adalah bagian dan elemen kecil dari permufakatan jahat yang disebut korupsi. Inilah ancaman terbesar yang bakal dan selalu dihadapi oleh bangsa ini.
Budi Sartono Cilame, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Tentang Surat Pembaca Koran
Ilmu pemasaran mengajarkan lebih baik memelihara satu pelanggan lama daripada mencari 10 pelanggan baru. Penulis surat pembaca/komentar di surat kabar cenderung pelanggan lama. Lalu, bagaimana Kompas mengenali pembaca setianya?
Sebagai tinjauan, luas kolom surat pembaca menciut. Tahun 2008 (17-18 Oktober) setengah halaman dengan 6-8 judul.
Sekarang seperempat halaman hanya 2-3 judul. Tentu banyak surat pembaca yang dikirim tak dimuat dan tulisan yang dimuat terdata sebagian 7-25 hari.
Sementara situasi ada yang berkembang atau berubah sehingga seperti terkesan kedaluwarsa. Misal, tulisan saya kirim Senin (12/11/2018) dan dimuat sebagai surat utama, ”Mengurai Kemacetan di Tol”, Rabu (5/12/2018), atau 25 hari di meja redaksi. Menghangatnya pemberitaan Kompas tentang jalan tol pada minggu ketiga November.
Surat pembaca di zaman now, saya prediksi, semakin digemari sejumlah pelanggan. Kenapa? Warga perkotaan sudah terlalu capek di jalan macet sehingga memilih tulisan pendek dibaca lebih dulu.
Ada yang unik, lucu, bervariasi, bersuasana humor intelektual, mudah dicerna, dan enak dibaca. Disajikan dengan berpola beragam penulisan feature, cerpen, dan artikel.
Membaca Kompas (6 Desember 2018), judulnya saja ”Sontoloyo 1”, ”Sontoloyo 2-Darurat Tertawa”, sudah menumbuhkan keingintahuan. Andai dilakukan riset, setelah baca halaman satu Kompas, lalu halaman apa? Kalau ternyata peminat mengarah surat pembaca peringkat ke-3-4, apa salahnya disiapkan satu halaman, sekaligus menjaga aktualitas.
Penulis merasa dekat dengan Kompas karena Kompas berjasa mengembangkan kreativitas masyarakat pembaca dalam tulis-menulis.
MUHAMMAD KASIR SIHOTANG Jalan Wibawa Mukti IV, Jatimekar, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat