Sampah Plastik di Pantai Bali
Saya dua kali ke Bali, awal Febuari dan awal Desember 2018. Pada kedua kesempatan itu, saya tidak bisa lagi berjalan pagi di pantai karena pantai di sepanjang pesisir barat Bali penuh sampah plastik.
Walaupun ada petugas kebersihan, sampah yang datang begitu banyaknya sehingga petugas yang ada tidak cukup untuk menanggulanginya. Jika ditanyakan kepada penduduk setempat, mengapa banyak sampah, mereka menjawab itu karena arus lautnya sedang mengarah ke Bali. Berarti, sampah akan datang terus selama berbulan-bulan.
Apabila kondisi seperti ini dibiarkan dan situasi ini diketahui oleh turis mancanegara, mana mungkin ada turis yang mau datang lagi. Menurut saya, Indonesia sudah darurat sampah plastik dan karena itu sudah waktunya pemerintah menanggulangi sampah plastik dan mengatasi sampah yang hanyut ke laut.
Sampah yang ada di setiap sungai harus ditahan dan dipunguti sebelum mencapai laut. Pemerintah daerah juga harus menjaga setiap jengkal wilayah pantainya supaya bersih. Di sisi lain, pemerintah perlu mengatur penggunaan plastik sekali pakai agar tidak menjadi sumber sampah di darat dan di laut.
Semua pihak perlu segera bertindak untuk melindungi pantai dan laut kita yang kaya dan indah ini.
Hariyono
Kecamatan Sukun, Kota Malang
Prioritaskan Pejalan Kaki
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam upayanya mendorong pengendara mobil ataupun sepeda motor beralih ke kendaraan umum, telah memberlakukan sejumlah kebijakan, seperti menaikkan tarif parkir secara drastis, aturan ganjil genap, dan kenaikan progresif pajak STNK.
Namun, Pemerintah Provinsi DKI abai membangun sarana bagi pejalan kaki dan akses untuk mendapatkan angkutan umum.
Sarana pedestrian berupa trotoar dan pelican crossing memang telah dibangun di jalan protokol Sudirman dan Thamrin, tetapi tidak di jalan-jalan lain. Padahal, sarana tersebut wajib ada di setiap jalan umum di Ibu Kota.
Mungkin anggaran untuk pelican crossing cukup mahal, tetapi sebenarnya hal itu bisa digantikan dengan zebra cross berupa lampu kuning kedip atau jembatan penyeberangan yang ramah lansia dan mereka yang cacat fisik.
Sebagai contoh adalah jembatan menuju halte bus transjakarta model lama, dengan tanjakan landai sehingga tidak melelahkan.
Program Road Safety setiap tahun dicanangkan, tetapi terbatas pidato dalam acara ”Road Safety Week”. Sangat menyedihkan bukan?
Pihak Dewan Transportasi Kota tampaknya sudah abai, tidak memperjuangkan hak pejalan kaki. Mereka hanya menyalahkan pengguna kendaraan pribadi yang dianggap sebagai penyebab kemacetan dan polusi udara.
Pernahkah anggota Dewan Transportasi Kota ini turun ke lapangan, ke jalan umum, dan mempelajari kondisi lapangan secara lebih mendalam?
Di Singapura atau kota-kota mancanegara lainnya, sebagian besar masyarakat menggunakan angkutan umum dengan penuh kesadaran karena hak-hak mereka sebagai pejalan kaki diakomodasi dan hak keselamatan mereka terpenuhi dengan sangat baik.
Pernahkah hal ini disadari para pemangku kepentingan di Ibu Kota tercinta?
Sudah seharusnya setiap keputusan yang menyangkut kepentingan publik dipertimbangkan dari pelbagai segi, terutama untuk yang rentan, bukan hanya sedikit aspek saja.
Bun Kumala
Kelapa Gading,
Jakarta Utara
Klaim Asuransi
Saya dan istri adalah pemegang tiga Polis AJB Bumiputera 1912 dengan nomor 20810042390, 211102444468, 208100423898. Ketiga polis telah selesai masa kontrak pada 24 Mei 2018.
Saat mengajukan klaim kepada AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Subang, kami dijanjikan akan memperoleh hak kami pada tanggal 24 November 2018. Namun, sampai saat saya menulis surat ini, janji belum direalisasikan.
Konfirmasi sudah kami lakukan berulang kali lewat telepon ke Departemen UKP4 di Jakarta, namun tak sekalipun telepon kami diangkat.
Oleh karena itu melalui rubrik Surat Kepada Redaksi harian Kompas, kami meminta kepastian pembayaran hak kami kepada Bapak Untung Soerapati Nasution MM MBA selaku Kepala Departemen UKP4, agar rencana pendidikan anak kami dapat berjalan sesuai harapan.
Dicky Zulkarnaen
Pasir Kareumbi, Subang, Jawa Barat