Obat Hilang dari Daftar BPJS
Saya pensiunan pegawai negeri sipil sejak 1999 yang otomatis menjadi peserta Askes/BPJS. Saya menderita asma dan sejak 1991 memakai obat asma hirup Ventolin Inhaler. Sebelumnya saya memakai tablet/kapsul. Ventolin sangat cocok untuk saya dan dijamin Askes/BPJS. Namun, sejak 2017, Ventolin tak lagi masuk daftar obat yang dijamin Askes/BPJS.
Ketika saya tanyakan mengapa obat saya hilang dari daftar, pegawai dari dua apotek berbeda yang melayani Askes/BPJS menjawab seragam: ”Ini permainan tender.”
Tender memang suatu hal yang umum di lembaga pemerintahan. Namun, anehnya, obat sejenis yang lebih mahal—antara lain Berotec—tetap masuk daftar jaminan BPJS.
Saya disarankan dokter beralih memakai Berotec, tetapi tidak cocok. Efek sampingnya, kerongkongan menjadi kering dan agak panas, sementara dengan Ventolin Inhaler dapat dikatakan tidak ada efek samping selama memakainya. Cepat sekali sesak napas saya mereda.
Saya pun terpaksa membeli Ventolin. Namun, semakin lama Ventolin kian mahal. Amat memberatkan saya sebagai pensiunan.
Dengan ini saya mohon belas kasihan Menteri Kesehatan dan pengelola BPJS supaya Ventolin Inhaler dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar obat yang dijamin.
Haposan P Silitonga
Jl Salada, Depok Utara,
Depok, Jawa Barat
Program Kartu Tani di Karawang
Melalui rubrik ini saya ingin mendapat penjelasan dari tiga lembaga yang menggagas program pemerintah bernama Kartu Tani: Dinas Pertanian, Bank Mandiri (selaku penyedia kartu dan mesin EDC), dan Pupuk Kujang (produsen pupuk).
Diwacanakan sejak tahun 2017, Program Kartu Tani akan menghemat anggaran pemerintah dalam penyaluran pupuk urea bersubsidi dan bisa benar-benar tepat sasaran. Juga akan sangat membantu produsen pupuk dalam menambah pendapatan.
Tanyaannya, kapan program tersebut dilaksanakan?
Saya berharap mulai tahun ini, 2019, Program Kartu Tani bisa berjalan efektif meski, misalnya, ada kendala di lapangan.
Moch Firmansyah
Jl Citanduy, Adiarsa Barat, Karawang Barat,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat
Uang Hilang dan Aplikasi Daring
Saat Grab hadir di Cirebon, saya mengisi ”Grab pay” sebanyak Rp 1.000.000. Baru digunakan sedikit, tiba-tiba ”Grab pay” bekerja sama dengan OVO. Malapetaka pun dimulai.
Karena nomor ponsel yang terdaftar di Grab dan di OVO berbeda, saldo saya di ”Grab pay” tidak bisa kembali. Saya mengajukan komplain ke Grab, malah disuruh mengajukan komplain ke OVO, dan sebaliknya. Saya dipingpong.
Saya ingin menyamakan nomor ponsel saya di kedua aplikasi itu, ternyata tidak bisa. Saya sudah mengikuti saran agar mengganti dengan nomor ponsel baru untuk kedua aplikasi tersebut. Tetap saja sisa saldo saya tak kembali.
Jika banyak konsumen menghadapi kendala seperti yang saya alami, bisa dibayangkan betapa banyak untung yang diraup Grab dari hilangnya saldo ”Grab pay”.
Saya kecewa sebab sejak awal tak ada peringatan bahwa saat mengunduh aplikasi Grab, nomor ponsel yang terdaftar harus sama dengan nomor ponsel yang terdaftar di OVO (begitu juga sebaliknya).
Tentulah wajar jika setiap orang punya lebih dari satu nomor ponsel? Masalahnya: mengapa harus dengan nomor ponsel yang sama untuk mendaftar di dua aplikasi berbeda?
Jika mengalami kendala seperti yang saya hadapi, ke mana orang harus mengadu? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bank Indonesia? Saya sudah lelah komplain ke Grab dan OVO di Cirebon.
Yolanda Sutanto
Kompleks Taman Wahidin,
Cirebon, Jawa Barat