Serangan bom oleh kelompok Houthi tak hanya mengancam gencatan senjata dan proses perdamaian, tetapi juga akan memperparah krisis kemanusiaan di Yaman.
Bom dilepaskan milisi Houthi dengan pesawat tanpa awak, Kamis (10/1/2019), di kota Lahaj, Yaman bagian selatan, saat parade militer pemerintah pengasingan, yang disaksikan banyak penonton. Parade itu dihadiri sekitar 8.000 tentara dan sejumlah perwira tinggi dan pejabat penting di militer Yaman serta dua gubernur yang setia pada Presiden Abdurrabbuh Mansour Hadi. Houthi beralasan, penyerangan itu sebagai balasan atas serangan udara koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi beberapa hari sebelumnya.
Konflik di Yaman amat kompleks karena tak hanya melibatkan Houthi dan Presiden Hadi, tetapi juga ajang perang proksi di antara dua negara, Arab Saudi dan Iran. Sebelumnya, upaya damai dilakukan di Kuwait tahun 2016 dan perundingan di Geneva, Swiss, September 2018.
Sesuai data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2016, lebih dari 10.000 orang tewas. Save the Children memperkirakan, pada tahun 2015-2018 lebih dari 85.000 anak balita kelaparan hingga meninggal. Lebih dari 22 juta warga Yaman membutuhkan bantuan, dan 8 juta orang tidak tahu cara mendapatkan makanan untuk hari-hari berikutnya.
Gencatan senjata untuk kota Hodeidah, yang dikuasai milisi Houthi, disepakati dalam pertemuan di Swedia, Desember 2018. Dengan kesepakatan itu, milisi Houthi harus mundur dari kota pelabuhan Hodeidah, yang menjadi tumpuan hidup dua pertiga rakyat Yaman yang hampir sepenuhnya mengandalkan impor makanan, obat-obatan, dan bahan bakar.
Namun, Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths menyebutkan, proses penarikan mundur milisi Houthi di Hodeidah, akses kemanusiaan, dan isu lain yang disepakati di Swedia berlangsung lambat. Padahal, percepatan implementasi itu amat penting.
Menteri Penerangan Yaman Moammar al-Eryani menegaskan, serangan ini menunjukkan milisi Houthi tidak percaya adanya perdamaian. Houthi pun dinilai tidak siap untuk berdamai. Mereka memanfaatkan gencatan senjata untuk menambah dan melengkapi persenjataan.
Pada Juni 2018, loyalis Presiden Hadi dibantu pasukan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melakukan serangan ke Hodeidah. ”Sedikitnya terjadi 464 tindak kekerasan, 36 orang terbunuh, dan 318 orang terluka sejak kesepakatan damai Swedia. Masyarakat internasional harus memberikan tekanan lebih kepada milisi,” kata Anwar Gargash, Menteri Negara urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab.
Berbagai peristiwa itu menunjukkan, pendekatan apa pun jika tak menyertakan Arab Saudi dan Iran, perdamaian sulit tercipta di Yaman. Kita berharap semua pihak yang bertikai mau menaati seruan PBB, menahan diri demi menghindarkan Yaman dari krisis kemanusiaan yang lebih parah. Kian lama krisis kemanusiaan berlangsung, Yaman kian menderita.