Rencana Putri Ubolratana, kakak perempuan Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, ikut pemilihan umum digambarkan sebagai gempa politik di negeri tersebut.
Dalam lima tahun terakhir ini, Thailand dipimpin Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha, seorang jenderal yang merebut tampuk kepemimpinan pemerintahan dari tangan Yingluck Shinawatra, adik mantan PM Thaksin Shinawatra. Baik Yingluck maupun Thaksin, kini, hidup di pengasingan.
Namun, dalam kehidupan politik domestik Thailand, klan Shinawatra ini cukup besar dan cukup diperhitungkan. Pada 2016, PM Prayuth mengamendemen konstitusi untuk mencegah klan Shinawatra berkuasa kembali di Thailand.
Hingga muncul kejutan pada hari Jumat (8/2/2019) saat Putri Ubolratana mengumumkan pencalonannya sebagai calon perdana menteri lewat Partai Thai Raksa Chart, partai yang berada di bawah binaan klan Shinawatra.
”Saya ingin mengklarifikasi bahwa saya sudah melepas gelar kebangsawanan dan saya hidup sebagai orang biasa. Saya mengizinkan Partai Thai Raksa Chart menggunakan nama saya untuk nominasi posisi perdana menteri,” kata putri yang pernah kuliah di Massachusetts Institute of Technology ini.
Putri Ubolratana merupakan anak pertama Raja Bhumibol dan Ratu Sirikit. Lahir di Swiss pada 1951 dan menanggalkan gelar kebangsawanan setelah menikah dengan warga Amerika Serikat, Peter Jensen, pada 1972 dan bermukim di California. Perkawinannya kandas pada 1998 dan dia bersama ketiga anaknya kembali ke Thailand. Pada tahun 2001, Ubolratana kembali memulai hidup sebagai bangsawan kerajaan.
Bagi Anusom Unno, ahli politik dari Universitas Thammasat, pencalonan Putri Ubolratana adalah sesuatu yang belum pernah terjadi dan tak seorang pun siap untuk itu. ”Saya kira ini bukan kemenangan rakyat. Menurut saya, ini bagian dari adaptasi elite berkuasa dalam arti mengubah peta perpolitikan,” ujarnya.
Bahkan, harian Bangkok Post menulis, rencana pencalonan Putri Ubolratana ini seperti gempa yang melanda dunia politik Thailand.
Memang, konstitusi Thailand menyebutkan keluarga kerajaan tidak diperbolehkan aktif berpolitik. Oleh karena itu, Partai Reformasi Rakyat yang pro-pemerintah meminta Komisi Pemilihan Umum Thailand mendiskualifikasi keikutsertaan Partai Thai Raksa Chart dalam pemilu.
”Sekalipun Putri Ubolratana sudah menanggalkan kebangsawanannya, dia tetap bagian dari anggota kerajaan Thailand,” ujar Paiboon Nittawan, pemimpin Partai Reformasi Rakyat.
Sementara itu, lewat Partai Phalang Pracharat, Prayuth menyatakan pencalonannya dalam pemilu 24 Maret nanti. Tetapi, apakah Prayuth siap bertarung dengan Putri Ubolratana? Ataukah Prayuth yang masih berkuasa akan kembali menunda pemilu jika Putri Ubolratana tetap dibolehkan ikut pemilu oleh KPU Thailand. Pencalonan Putri Ubolratana telah memantik diskusi luas tidak saja di kalangan politisi dan bangsawan, tetapi juga rakyat Thailand.