Ketika Pemerintah Berhenti
Terhitung sejak 22 Desember 2018 Pemerintah Federal Amerika Serikat berhenti menjalankan aktivitasnya. Ini penghentian roda pemerintahan terlama dalam sejarah pemerintahan federal AS.
Dampaknya, 800.000 pegawai negeri sipil harus dirumahkan karena tidak tercapai kesepakatan APBN antara parlemen dan pemerintah. Pangkal soalnya adalah penolakan parlemen terhadap usul anggaran pemerintah (Presiden Donald Trump) sebesar 5,7 miliar dollar AS yang, menurut rencana, akan digunakan untuk pembangunan pagar pembatas wilayah AS-Meksiko.
Sebuah pelajaran berharga untuk kita semua bahwa kepentingan politik ambisius bisa mengorbankan hajat orang banyak, menelantarkan hidup warga negara. Kesepakatan bersama Pemerintah dan DPR dalam penentuan APBN sangat krusial bagi keberlangsungan pembangunan nasional.
Walaupun kita tak pernah mengalami hal seperti yang terjadi di AS saat ini, kehati-hatian dan kewaspadaan harus dijaga. Roda pemerintahan bisa berhenti karena defisit anggaran yang sangat besar dan keuangan negara yang rentan kolaps.
Cadangan devisa negara bisa terkuras habis akibat defisit anggaran tak terkendali. Tingkat konsumsi yang sangat tinggi dibandingkan dengan tingkat produktivitas bisa membuat defisit transaksi berjalan kian bengkak. Ini harus benar-benar dicermati dan disikapi karena bisa menjadi bom waktu dan isu politik serius dalam APBN.
Budi Sartono Cilame, Ngrampah, Bandung Barat, Jawa Barat
Ambles 20 Meter
Amblesnya Jalan Raya Gubeng, Surabaya, beberapa saat lalu menarik perhatian. Namun, saya tidak membahas sebab dan akibat pembangunan gedung Rumah Sakit Siloam. Juga bukan kemungkinan berdampak pada bangunan di sekitarnya, tetapi amblesnya jalan yang sampai 20 meter itu.
Ini fantastis. Meskipun saya hanya melihat foto dari media cetak atau menyaksikan visualnya dari TV, saya ragu akan kebenaran itu. Ambles sedalam 20 meter, tetapi dasar di kedalamannya masih bisa dilihat, apa mungkin?
Sebagai bahan perbandingan tinggi pohon kelapa saja tak sampai 20 meter, paling 15-18 meter. Jadi, sedalam itukah amblesnya?
Kiraan saya, Jalan Gubeng itu ambles paling 5-8 meter belaka, sementara dalam berita Kompas terakhir tertulis 10 meter.
Sekarang ihwal kata longsor. Tanah longsor berarti tanah yang longsor. Korban longsor berarti korban yang longsor. Itukah yang dimaksud media ketika menulis korban longsor?
Dalam amatan saya, yang dimaksud dengan korban longsor oleh media dalam berita-beritanya ialah korban dalam peristiwa tanah longsor. Itu keliru.
Sebaiknya pakailah kata (bahasa) yang betul, bukan sekadar untuk menghemat spasi. Jadi bukan korban longsor, tetapi korban longsoran, atau korban tanah longsor, atau lagi korban akibat tanah longsor, korbannyalah yang menderita akibat tanah yang longsor itu.
Apa susahnya menambah akhiran -an di belakang kata kerja? Bukan korban longsor, melainkan korban longsoran.
P Hendranto Kampung Baru, Ulujami, Jakarta Selatan
”Stunting”
Kita senang bahwa ranking dan monitoring sudah menghilang, digantikan oleh padanannya yang pas, yakni berturut-turut peringkat dan pemantauan.
Sebaiknya stunting juga dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia, misalnya kerdil, cebol, kunting, atau kuntet.
Agaknya kunting kurang tepat sebab, meskipun kecil perawakannya, orang kunting itu kuat, cerdas lincah, dan cekatan, seperti Bima Kunting alias Setiyaki, Senapati Kerajaan Dwarawati dalam pewayangan. Sila mulai.
L Wilardjo Klaseman, Salatiga,Jawa Tengah