Daya Sumbang Masyarakat
Dalam lima bulan terakhir 2018 Indonesia dilanda bencana: gempa di Lombok hingga tsunami di Palu dan Selat Sunda. Bencana alam serta-merta menggerakkan hati rakyat meringankan penderitaan korban.
Dana Kemanusiaan Kompas (DKK) melaporkan 15.100 penyumbang untuk tiga bencana itu: 4.872 donatur untuk gempa Lombok serta 8.586 dan 1.642 untuk tsunami Palu dan Selat Sunda. Total sumbangan Rp 23.107.958.642, nilai terkecil Rp 369 dan terbesar Rp 1.000.000.000. Apabila dirata-ratakan, sumbangan Rp 1.530.328 untuk tiap bencana. Sejauh mana angka rata-rata ini dapat dijadikan pedoman atau simpulan daya sumbang masyarakat untuk suatu periode tertentu?
Kompas punya pusat penelitian yang rutin melakukan survei pendapat masyarakat terhadap suatu isu. Dengan kemampuan analisis statistik yang andal, termasuk program lunak statistik canggih, Kompas mampu memperkira- kan, misalnya, hasil pemilu bertingkat akurasi yang relatif dapat dijadikan pegangan meski cuplikannya terbatas.
Dengan kemampuan itu dan pemilikan data DKK bebe- rapa tahun, kiranya Kompas dapat mengolah data mentah gratis itu untuk memberi deskripsi berapa besar sebe- narnya daya sumbang masyarakat Indonesia dewasa ini.
Wim K Liyono
Kebonjeruk, Jakarta Barat
Dari Millenial Marzukiana
Angkat topi untuk Ananda Sukarlan, penggagas dan pewujud konser Millenial Marzukiana di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (13/1/2019). Lima lagu Ismail Marzuki ditampilkan.
Dari sudut pandang pelindungan hak cipta, ada hal menarik: dilibatkannya ahli waris almarhum Ismail Marzuki, Rachmi Aziah, dalam konferensi pers persiapan pergelaran. Ini merupakan pengakuan hak moral dari pencipta. Terlebih lagi Ananda Sukarlan menjanjikan akan memberikan sebagian hasil penjualan tiket konser kepada ahli waris. Itu merupakan pengakuan hak ekonomi pencipta.
Pengakuan hak ekonomi pencipta dan ahli warisnya ini luar biasa karena hak ekonomi lagu-lagu ciptaan Ismail Marzuki sudah berakhir. Ismail Marzuki wafat pada 1958. Berdasarkan ketentuan UU, berlakunya hak ekonomi adalah seumur hidup ditambah 50 tahun. Maka hak ekonominya berakhir pada 2008.
UU Hak Cipta yang berlaku sekarang ialah UU No 28/2014, menentukan jangka waktu hak ekonomi jadi seumur hidup ditambah 70 tahun. Sayang sekali, menurut UUHC yang lama, hak ekonominya sudah berakhir pada 2008 sehingga lagu ciptaan Ismail Marzuki milik umum.
Jadi, jika Ananda Sukarlan masih mau membagi sebagian hasil penjualan tiket konser kepada ahli waris Ismail Marzuki, dapat dikatakan bahwa Ananda Sukarlan telah menerapkan pelindungan hak cipta yang berperikemanusiaan sesuai dengan sila kedua Pancasila.
Diskusi di kalangan konsultan hak kekayaan intelektual ihwal hak ekonomi ciptaan yang telah jadi milik umum itu mengerucut pada timbulnya hak ekonomi pela- ku pertunjukan meski pertun- jukannya menggunakan lagu yang sudah jadi milik umum.
Di satu kubu mereka bilang, sesuai dengan hukum positif, hak ekonomi pencipta dan ahli warisnya sudah tak ada lagi sehingga pelaku pertunjukan tak berkewajiban membayar royalti kepada ahli waris pencipta yang ciptaannya sudah milik umum. Di kubu lain mereka bilang, ketentuan berlakunya hak ekonomi yang diba- tasi seumur hidup pencipta ditambah 50 atau 70 tahun itu adalah pemikiran hukum dari Barat nan individualistis. Tak sesuai dengan Pancasila.
Berdasar perikemanusiaan, seharusnya kepada ahli waris pencipta tetap diberikan bagian dari hasil pertunjukan. Kubu ini menyarankan kepada pemerintah: diskursus pembagian hak ekonomi pelaku pertunjukan kepada ahli waris pencipta yang ciptaannya jadi milik umum itu dirumuskan jadi ketentuan dalam UUHC mendatang. Semoga.
Gunawan Suryomurcito
Pondok Pinang, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan