Prahara di Thailand akibat pencalonan seorang putri kerajaan sebagai perdana menteri belum berhenti. Partai pengusungnya diusulkan untuk dibubarkan.
Pada Jumat pekan lalu, Partai Thai Raksa Chart mengajukan Putri Ubolratana, kakak perempuan Raja Maha Vajiralongkorn, sebagai calon PM dalam pemilu bulan depan. Beberapa jam kemudian, Raja mengumumkan, pencalonan Ubolratana itu tidak pantas. Pencalonan Putri Ubolratana dinilai melanggar tradisi dan konstitusi, yaitu menjaga monarki dari keterlibatan dalam politik.
Lalu, Senin silam, Komisi Pemilihan Umum Thailand mendiskualifikasi pencalonan Ubolratana. Masih belum cukup, Rabu lalu, lembaga itu mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi untuk membubarkan Partai Thai Raksa Chart yang merupakan bagian dari kubu mantan PM Thaksin Shinawatra. Pertimbangannya, partai itu telah melawan monarki konstitusional. Pada Kamis (14/2/2019), Mahkamah Konstitusi mengumumkan menerima petisi Komisi Pemilihan Umum. Persidangan atas usulan pembubaran partai itu dilanjutkan pada 27 Februari nanti.
Situasi ini jelas memberikan tekanan besar kepada kubu Thaksin, mantan PM yang kini berada di luar negeri. Upaya mereka untuk bersaing dalam pemilu 24 Maret dengan kubu militer mengalami tantangan sangat berat. Jika Mahkamah Konstitusi memutuskan Partai Thai Raksa Chart dibubarkan, kekuatan Thaksin akan mengalami pelemahan. Sebaliknya, kubu militer memperoleh ”keuntungan”.
Tekanan terhadap kubu Thaksin tampaknya tak hanya itu. Seperti diberitakan harian ini, kemarin, Komisi Televisi dan Penyiaran Nasional (NBTC) Thailand mengumumkan larangan siaran Voice TV, perusahaan yang sahamnya dimiliki anak Thaksin. Alasan NBTC, Voice TV telah menyebarkan informasi membingungkan dan memecah belah masyarakat.
Pertarungan politik di Thailand hingga saat ini memang masih berlangsung antara kubu elite di Bangkok dan gerakan populis berbasis perdesaan yang berafiliasi kepada Thaksin.
”Pertarungan terbuka” di antara keduanya telihat jelas saat Thaksin dikudeta oleh militer tahun 2006, setelah ia menjadi PM pada 2001. Dalam Pemilu 2011, keluarga Thaksin masih populer dan Yingluck, saudara perempuannya, berhasil menjadi PM. Lalu, kudeta berlangsung pada 2014 dan Yingluck turun dari tampuk kekuasaan. Sempat beberapa kali membatalkan rencana pemilu, pihak pemerintah akhirnya mengumumkan pemilihan akan digelar pada 24 Maret.
Banyak pihak menanti bagaimana pemilu Thailand akan berlangsung. Apakah pembubaran Partai Thai Raksa Chart terwujud sehingga pemilu digelar tanpa mereka? Jika demikian, kubu penguasa diperkirakan akan menang lebih mudah. Suka tidak suka, situasi itu bakal membuat pemilu bulan depan hanya dilihat sebagai alat untuk memenuhi prosedur demokrasi, sementara kehadiran substansi demokrasi masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.