Faktor geopolitis, terkait sanksi AS terhadap impor minyak dari Iran dan Venezuela, membuat kecende rungan kenaikan harga minyak mentah dunia terus berlanjut.
Situasi ini diperburuk lagi dengan konflik bersenjata di Libya yang membuat produksi minyak mentah negara itu juga terganggu. Senin (22/4/2019), AS mengumumkan penghentian kebijakan yang mengecualikan sejumlah negara dari larangan mengimpor minyak dari Iran. Langkah AS memperketat sanksi ekonomi terhadap Iran ini terutama ditempuh dalam rangka menekan Iran agar membatasi program nuklirnya.
Larangan impor minyak dari Iran ini membuat pasokan minyak mentah dunia yang sudah ketat—suplai terendah dalam empat tahun terakhir—kian ketat. Ketatnya pasokan menyebabkan harga minyak mentah terus merangkak naik. Minyak patokan Brent untuk penyerahan Juni sudah berada di posisi 74,3 dollar AS/barel, tertinggi dalam enam bulan terakhir. Sementara WTI 65,79 dollar AS/barel.
Iran adalah produsen keempat terbesar di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan produksi hampir 3 juta barel per hari (bph), sedangkan Venezuela pernah di urutan ketiga terbesar. Embargo AS dan krisis energi di Venezuela—sejalan dengan memburuknya situasi politik negara itu—membuat produksi minyak Venezuela anjlok ke titik terendah beberapa tahun terakhir.
Kenaikan harga minyak mentah dikhawatirkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dunia, di tengah ancaman tekanan resesi. Karena itu, harapan, antara lain, digantungkan pada OPEC yang menyumbang 40 persen pasokan dunia untuk menutup kekurangan pasokan. Produksi 14 negara OPEC per Maret 30,40 juta bph, terendah sejak 2015.
OPEC menjadwalkan pertemuan di Vienna, 25-26 Juni, guna memutuskan akan mempertahankan atau menaikkan pasokan. Pada pertemuan Desember, OPEC, Rusia, dan produsen non-OPEC lain sepakat memangkas produksi hingga 1,2 juta bph untuk Januari-Juni 2019.
Sejauh mana tren kenaikan harga minyak saat ini akan berlanjut akan tergantung pada faktor suplai dan permintaan di pasar minyak dunia. Kebutuhan minyak dunia diprediksi meningkat 1,3 juta bph pada 2019. Sementara dari sisi pasokan, selain ditentukan cadangan minyak AS dan produksi minyak serpih (shale oil) AS, juga akan dipengaruhi hasil dari pertemuan OPEC di Vienna. Produksi pesat minyak serpih AS akan sedikit menahan kenaikan harga.
Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani sudah mengingatkan kemungkinan fluktuasi harga minyak dunia menjadi salah satu faktor ketidakpastian yang harus diantisipasi pada 2019. Meski realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) saat ini masih di bawah patokan di APBN 2019, tren terus naiknya harga minyak dunia bisa memberikan tekanan baru pada APBN.
Kenaikan harga minyak akan kian menekan neraca perdagangan dengan defisit migas berpotensi membesar. Demikian pula beban subsidi, tekanan inflasi, dan anggaran BUMN PSO. Namun, kenaikan harga minyak mentah Indonesia juga bisa meningkatkan penerimaan negara dari migas.