Lalu Muhammad Zohri memang fenomenal. Seusai merebut medali emas dunia U-20 di Finlandia, Juli 2018, Zohri berhasil mempertajam rekornya menjadi 10,13 detik.
Prestasi pada Kejuaraan Atletik Asia di Doha, Qatar, itu menjadikan Zohri sebagai pelari tercepat di Asia Tenggara. Zohri dua kali memperbaiki rekor nasional lari 100 meter putra, yang dipegang Suryo Agung (10,17 detik). Pada babak semifinal, Zohri mencatatkan rekor nasional baru 10,15 detik dan pada final menjadi 10,13 detik serta merebut medali perak.
Zohri memang luar biasa. Ia baru bergabung dalam pemusatan latihan nasional atletik pada Desember 2017, dengan catatan waktu terbaik 10,30 detik. Hanya dalam waktu tujuh bulan, Zohri yang lahir 1 Juli 2000 itu merebut emas di Finlandia dengan catatan 10,18 detik.
Pada lari cepat, kemenangan tidak ditentukan dari reaksi seorang sprinter atas lawannya. Kemenangan ditentukan pada fokus terhadap kemampuan terbaik diri sendiri. Itu yang diutarakan Zohri dengan prestasi cemerlangnya.
Ia mengatakan, dirinya tidak pernah menargetkan meraih medali ataupun memecahkan rekor. ”Saya hanya fokus lari sebaik dan serileks mungkin. Saya selalu berusaha lebih baik daripada sebelumnya,” ujarnya (Kompas, 24/4/2019).
Ada teori yang menyatakan, reaction time menjadi salah satu penentu kemenangan pelari cepat. Pada saat di Finlandia, reaction time Zohri 0,131 detik. Namun, saat tampil di Doha, reaction time Zohri 0,163 detik, sedangkan peraih medali emas kejuaraan ini, Kiryu Yoshihide dari Jepang, adalah 0,132.
Meski tertinggal sekitar 0,031 detik dari lawan, menurut pelatih atletik, Eni Nuraeni, Zohri punya kelebihan yang harus dimiliki para pelari cepat. Zohri memiliki langkah kaki yang panjang dan kaki yang selalu naik ke atas dari start hingga finis. Artinya, ia punya kelebihan pada frekuensi langkah kaki dan daya tahan kecepatan dari awal hingga akhir perlombaan.
Biasanya, pelari nasional kita kalau di awal lari, kakinya masih naik. Namun, kalau sudah mendekati finis, tidak naik lagi. ”Kaki naik itu memengaruhi frekuensi langkah kaki dan daya tahan kecepatan,” kata Eni, peraih penghargaan Pelatih Atletik Terbaik Asia 2019 dari Asosiasi Atletik Asia itu.
Aspek teknis ini cukup penting untuk bisa melihat kemungkinan, apakah prestasi Zohri masih bisa ditingkatkan atau tidak. Di samping butuh kedisiplinan diri, faktor pelatih juga akan ikut menentukan prestasi Zohri ke depan.
Dalam usia yang baru 19 tahun, kita berharap Zohri masih bisa cemerlang, seiring keinginannya untuk tampil pada Olimpiade. Untuk bisa tampil di Olimpiade, Zohri harus memiliki catatan waktu 10,05 detik, yang pasti tidak mudah untuk mencapainya.
Namun, kita optimistis Zohri dapat mencapainya melihat perkembangan prestasinya yang luar biasa. Dia hanya butuh 17 bulan sejak masuk pelatnas untuk mencapai rekor di Doha. Artinya, bukan mustahil Zohri dapat menyamai prestasi Purnomo yang sudah tampil di Olimpiade Los Angeles 1984.