Dua perempuan WNI dibebaskan dari hukuman mati di Arab Saudi. Ini kabar menggembirakan. Kasus ini juga mengingatkan pentingnya pembekalan pekerja migran kita.
Seperti diberitakan harian ini pada Kamis (25/4/2019), dua perempuan Indonesia pekerja migran, Sumartini binti Manaungi Galisung dan Warnah binti Ni’ing, terbebas dari hukuman mati di Arab Saudi dalam kasus praktik sihir. Dua pekerja migran asal Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat itu telah divonis hukuman mati pada 2010. Tahun lalu, keduanya dibebaskan dari hukuman mati.
Oleh sebab berbagai upaya dari mantan keluarga majikan, yang menghalangi proses pembebasan, kedua warga negara Indonesia (WNI) itu baru keluar dari penjara dan menghirup udara bebas berkat surat Gubernur Riyadh Pangeran Faisal bin Bandar al-Saud pada 21 April 2019, saat kebetulan Indonesia sedang merayakan Hari Kartini. Bagi Sumartini dan Warnah, hari itu seolah perwujudan dari slogan dalam buku Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang, dalam arti literal.
Pertama-tama kita perlu mengapresiasi kerja keras dan diplomasi Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri yang berupaya hampir 10 tahun membebaskan kedua perempuan WNI itu, termasuk dengan mengirim nota diplomatik kepada Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud. Keberhasilan ini melengkapi sukses pemerintah, Maret lalu, saat membebaskan perempuan Indonesia lainnya, Siti Aisyah, yang juga terancam hukuman mati di Malaysia, dalam kasus dakwaan pembunuhan Kim Jong Nam, kakak tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Sepanjang lebih dari empat tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, perlindungan WNI di luar negeri adalah salah satu dari empat prioritas utama politik luar negeri Indonesia yang secara teknis dijalankan Kementerian Luar Negeri. Tugas itu belum selesai. Di bidang perlindungan hukum tercatat, hingga akhir 2018 ada lebih dari 160 WNI—sebanyak 11 orang di antaranya di Arab Saudi—terancam hukuman mati di sejumlah negara.
Sumartini dan Warnah bekerja di sektor domestik di Arab Saudi. Memahami kasus itu penting agar kejadiannya tidak terulang kembali. Seperti dikutip kantor berita AFP, Sumartini dituduh melakukan sihir dan guna-guna yang menyebabkan putra majikannya yang berusia 17 tahun hilang, meski belakangan ditemukan hidup. Warnah dituduh merapal mantra sihir terhadap istri pertama majikannya yang sakit misterius.
Sumartini dan Warnah dibersihkan dari tuduhan. Namun, perlu menjadi pelajaran, di Arab Saudi, praktik sihir adalah kejahatan berat dengan ancaman hukuman mati. Pemahaman aspek legal dalam tata aturan negara lain seperti itu, juga di negara lain yang dituju WNI, perlu dibekalkan kepada pekerja Indonesia. Hal ini menjadi salah satu dari sejumlah langkah dalam sistem perlindungan terintegrasi bagi WNI di luar negeri agar tak ada lagi pekerja migran bermasalah.