Acara ”Ngeteh di Kompas”
Seingat saya, sebulan terakhir Kompas telah dua kali mengunggah foto acara ”Ngeteh di Kompas”. Acara tersebut dimaksudkan sebagai acara ramah tamah dengan para langganan setia Kompas, sekaligus berbagi pengalaman untuk kemajuan Kompas.
Saya ikut menghargai upaya koran ini yang sadar bahwa kemajuan yang bisa dicapai sedikit banyak adalah berkat dukungan para pembacanya. Saya
juga menyadari, tidak mudah memilih, mengundang para pembaca setia dari sekian banyak pembaca yang ada.
Saya adalah pembaca setia harian Kompas dari sejak terbit pertama, 28 Juni 1965. Saya masih ingat persis bapak yang meminta saya mencoba membeli surat kabar baru terbitan Ibu Kota itu. Pada saat itu, usia saya 27 tahun dan saya hanya mengenal koran daerah di Kota Padang, tempat saya bekerja. Walhasil selama 54 tahun nonstop saya menjadi saksi sejarah perkembangan Kompas.
Pengalaman yang tak terlupakan adalah saat koran ini dibredel, tidak boleh terbit. Saya merasa kehilangan karena kehilangan informasi-informasi penting dan kesempatan menambah ilmu juga sirna. Maklum saat itu belum banyak surat kabar lain sebagai penggantinya.
Walaupun sudah lebih dari setengah abad menjadi pembaca setia, saya tidak merasa kecil hati karena Kompas belum pernah ”ngaruhke” saya.
Selamat bagi para pengasuh Kompas yang telah berhasil menjadikan harian ini sebagai media yang sangat mumpuni di bidangnya.
Hapsoro Siswopranoto
Jalan Nusa Indah, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas kesetiaan Bapak Hapsoro membaca Kompas. Kami sungguh bersyukur dan amat menghargai dedikasi Anda selama ini. Semoga pada lain kesempatan, kami bisa mengundang untuk bersilaturahmi.
Demokrasi Salah
Saya ingin menanggapi opini berjudul ”Wot Ogal-agil” (Kompas, 15 April 2019) ditulis oleh Sindhunata.
Demokrasi kita saat ini bisa dibilang sudah bergerak ke arah yang salah. Muncul hoaks dan kebohongan, yang dianggap sebagai hal wajar seperti di Amerika Serikat pada era Presiden Trump.
Demokrasi salah arah ini juga menganggap nilai moral tidak penting lagi dan kondisi seperti ini tentu sangat menyimpang dari ideologi negara kita karena Pancasila sangat menjunjung tinggi nilai moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saya berharap pemerintah punya solusi nyata agar dapat mengarahkan masyarakat ke lajur demokrasi Pancasila sehingga ke depan nilai moral selalu diutamakan dibandingkan nilai kepentingan, keuntungan, dan kekuasaan.
I Gede Yudi Arsawan
Dukuh Pesirahan,
Pedungan, Denpasar
Tanggapan XL
Menanggapi keluhan Bapak Novendra Imanuel Sitepu (Kompas, 25/2/2019) berjudul ”Pencuri Pulsa”, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi.
Kami telah menghubungi yang bersangkutan, menjelaskan, layanan konten yang dimaksud telah kami nonaktifkan dan blokir di nomor pelanggan. Pulsa pelanggan yang terpotong juga sudah kami kembalikan.
Bapak Novendra Imanuel Sitepu telah menerima penjelasan dan solusi kami sehingga permasalahan dianggap selesai dengan baik.
Kualitas layanan akan terus kami tingkatkan dan perhatian Bapak Novendra Imanuel Sitepu merupakan acuan bagi kami agar terus memberikan layanan yang lebih baik.
Untuk selanjutnya informasi layanan XL bisa dihubungi di 817 atau 021 57959817 dan 08170817707 dari telepon lain, mengunjungi XL Center terdekat, e-mail ke customerservice@xl.co.id, atau Twitter @myXLCare.
Tri Wahyuningsih
Group Head Corporate Communication
PT XL Axiata Tbk