Perlu perubahan sikap masyarakat dan pemerintah menyikapi benca- na alam berulang di sejumlah wilayah yang mengambil korban nyawa dan harta masyarakat.
Pekan lalu, longsor dan banjir bandang menyebabkan bencana di Bengkulu Tengah; Gresik, Jawa Timur; Pulau Sembilan, Kalimantan Selatan; dan sejumlah wilayah di Sulawesi dari utara hingga selatan. Sebelumnya, masyarakat di hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang, Sulawesi Selatan, dan Sentani di Papua terkena banjir bandang.
Sebagian dari anggota masyarakat dan aparat pemerintah masih ada yang melihat bencana yang terjadi di sejumlah wilayah tersebut secara parsial. Masih ada anggapan bahwa hujan deras yang turun terus-menerus dalam waktu cukup panjang sebagai penyebab bencana belakangan ini.
Dalam kenyataan, seperti hasil investigasi harian ini di DAS Jeneberang, hujan deras memang menjadi pemantik banjir bandang. Namun, kerusakan lingkungan di hulu DAS sehingga tidak tersedia tutupan vegetasi secara memadai yang menyebabkan daya dukung lingkungan turun drastis. Hal yang sama terjadi di kawasan Pegunungan Cycloop yang menyebabkan banjir bandang di Sentani.
Kerugian akibat bencana alam tidak sebatas pada akibat langsung berupa hilangnya nyawa, kecacatan atau kesakitan, serta hilangnya rumah dan fasilitas umum, seperti sekolah dan perkantoran. Bencana menyebabkan pemiskinan terhadap korban, terutama anak-anak, karena kehilangan kesempatan hidup lebih sejahtera.
Bencana alam dapat terjadi karena sebab yang tidak dapat kita elakkan sampai saat ini, seperti gempa bumi vulkanik dan gempa karena pergeseran lempeng bumi. Namun, ada bencana alam yang dapat kita cegah, seperti banjir dan longsor. Aktivitas manusia yang mengabaikan keseimbangan dengan alam terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan. Hal ini dapat dicegah jika pemerintah dan masyarakat mengubah cara pandang bagaimana cara memanfaatkan alam.
Pemerintah telah membangun institusi badan penanggulangan bencana hingga tingkat kabupaten. Agar lebih berdaya guna, selain membangun strategi pencegahan dan penanggulangan bencana serta menyediakan cukup anggaran, juga perlu pendidikan dan pelatihan bagi petugas dan masyarakat.
Hal yang kerap diabaikan dan mendapat sanksi lemah adalah kepatuhan pada rencana tata ruang dan tata wilayah, pembalakan liar, tidak membangun di bantaran sungai, serta kesadaran tidak membuang sampah sembarangan.
Banyak komunitas berhasil menjaga kelestarian lingkungan melalui nilai-nilai bersama yang dijaga dan diteruskan turun-temurun. Pada masyarakat kita, dengan hubungan antaranggota kelompok masih erat dan setiap anggota komunitas memiliki kepentingan bersama, membangun kesadaran akan lingkungan lebih mudah. Pemerintah, karena itu, dituntut membangun kelembagaan yang dapat mengendalikan pasar serta memperkuat keberdayaan dan kemandirian komunitas.