Sedikitnya 150.000 orang harus mengungsi akibat serangan pasukan Pemerintah Suriah, dibantu Rusia, ke daerah basis jihadis di bagian barat laut Suriah.
Provinsi Idlib, dikenal sebagai basis jihadis yang hingga saat ini tetap di luar kontrol Presiden Bashar al-Assad, menjadi sasaran utama serangan. Pertempuran antara jihadis dan loyalis pemerintah juga berlangsung di daerah perbukitan di Provinsi Hama, provinsi tetangga Idlib yang juga banyak dihuni kelompok jihadis.
Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah yang berbasis di Inggris melaporkan, 24 loyalis pemerintah dan 29 jihadis tewas dalam pertempuran di perbukitan itu, Senin (6/5/2019), sepanjang malam. Para jihadis itu terdiri dari beberapa unsur, yaitu Hayat Tahrir al-Sham (HTS)—cabang Al Qaeda di Suriah—dan sekutunya, Partai Islam Turkistan, serta kelompok yang didominasi oleh Uighur.
Sejak kesepakatan zona penyangga yang ditandatangani Pemerintah Suriah, Rusia, dan Turki yang mendukung sebagian pemberontak, September 2018, kelompok jihadis terlindungi dari pemerintahan Assad dan Rusia. Wilayah yang dihuni sekitar 3 juta orang ini terus dibombardir pasukan pemerintah dan Rusia sejak kelompok jihadis HTS mengambil kendali penuh pada Januari lalu.
Dengan kesepakatan zona penyangga itu, kelompok garis keras seharusnya menarik diri dari zona penyangga sehingga memungkinkan lalu lintas di jalan strategis itu berjalan lancar. Jalur itu menghubungkan daerah yang dikuasai pemerintah dengan perbatasan Turki, yang dikenal dekat dengan kelompok ini dan dinilai gagal melaksanakan kesepakatan sehingga mendorong pemerintah menyerang basis kelompok tersebut.
Jalan raya itu sangat penting untuk memotong wilayah yang dikuasai kelompok jihadis yang dahulu ikut berjuang melengserkan Assad. Jalan ini juga merupakan jalur utama dari Damaskus ke Aleppo, kota kedua terbesar di Suriah.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serangan Pemerintah Suriah dan Rusia itu menyebabkan 12 rumah sakit dan 10 sekolah rusak berat. Direktur Komunikasi Refugees International Chris Allbritton menambahkan, sulit mengatasi masalah kemanusiaan yang muncul karena mereka sering kehilangan segalanya. ”Idlib adalah tempat perlindungan terakhir warga Suriah yang terpaksa melarikan diri dari konflik di bagian lain negara itu. Dua pertiga dari mereka bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup,” katanya.
”Ini adalah kebrutalan baru yang sebelumnya tidak pernah diprediksi,” ujar Majd Khalaf dari White Helmet, organisasi nirlaba yang membantu warga di beberapa bagian Suriah yang dikuasai pemberontak.
Perang saudara di Suriah dimulai tahun 2011, menewaskan lebih dari 370.000 orang dan membuat jutaan orang telantar. Serangan baru ini kian memperparah penderitaan warga Suriah. Padahal, mereka baru berusaha bangkit setelah dicapai kesepakatan zona penyangga.