Evaluasi KPU dan Bawaslu
Tahapan sosialisasi kampanye oleh penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu, tampak rumit teknis dan administratif, dengan kompleksitas tinggi. Belum lagi dari sisi geografis dan cuaca di tingkat pelaksanaan.
Total ada 810.329 TPS di seluruh Indonesia. Meski secara umum penyelenggaraan relatif baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Sosialisasi teknis dan administrasi materi pokok tertentu atas undang-undang pemilu, peraturan KPU dan peraturan Bawaslu, terutama di Kulon Progo, relatif belum optimal.
Pengawas desa juga relatif belum optimal atas materi pokok dan administrasi, aturan turunan dan panduan yang wajib dipahami oleh setiap petugas KPPS dan pengawas TPS masing-masing. Demikian juga simulasi pemilih untuk mencoblos setiap surat suara, terutama caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Jenis formulir di TPS, model C-KPU, sampai model A5-KPU minimal ada 25 model. Sementara jenis sampul di TPS berjumlah 19 sampul. Belum terbilang perlengkapan di dalam kotak suara presiden/wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan kotak suara DPRD kabupaten/ kota. Perlengkapan di luar kotak suara berjumlah 14 alat kelengkapan TPS.
Secara umum petugas KPPS merasa ”kapok” karena beban tugas terlalu berat. Setiap petugas paling tidak selama 24 jam bekerja keras, terus-menerus (pagi hingga pagi), sampai dapat mengirim laporan ke PPS. Jadi paling tidak tiga hari kerja riil bagi anggota KPPS.
Menurut informasi media televisi, ada 15 anggota polisi dan 91 anggota KPPS gugur. Hal ini sangat dimungkinkan karena kelelahan di luar batas beban tugas, fungsi, dan tanggung jawab yang dipadatkan. Oleh karena itu, KPU, Bawaslu, dan DKPP wajib melakukan evaluasi menyeluruh kinerja di pusat dan daerah, kecamatan, desa (PPK, PPS, pengawas desa, dan KPPS).
Untungnya putusan MK menambah waktu 12 jam hari berikutnya untuk proses pemungutan dan penghitungan suara hingga hasil pemilu tidak batal demi hukum.
Dengan segala kerumitan ini, presiden dan wakil presiden, juga para anggota legislatif dan DPD terpilih, wajib bekerja keras untuk menyejahterakan rakyat.
Setijono Widjojo
Mantan Ketua KPPS 02 Desa Sentolo, Kulon Progo
Museum Sungai
Indonesia memiliki ribuan sungai. Beberapa sungai strategis dan lintas provinsi. Catatan sejarah sungai-sungai juga cukup panjang dari zaman kerajaan hingga modern.
Sungai adalah sumber penghidupan manusia. Sejak berabad-abad, sungai menjadi sumber air, batas wilayah, sarana transportasi, sampai pemanfaatan sungai untuk kanal, saluran irigasi, dan waduk.
Di beberapa waduk, seperti Jatiluhur, sudah ada semacam museum kecil untuk menunjukkan kondisi Sungai Citarum sebelum dan masa pembangunan waduk.
Sayang sekali Indonesia belum memiliki museum komprehensif tentang sungai. Padahal, keberadaan museum sungai akan mendorong memori kolektif tentang sungai dan pengelolaannya.
Museum sungai ini sebaiknya tidak hanya menjadi monumen arsip koleksi semata, tetapi juga dirancang menjadi pusat edukasi interaktif dan ruang temu antarpegiat sungai, baik dari kalangan pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, maupun umum.
Museum ini nantinya bisa menjadi wadah berbagi data tentang sungai yang diambil dari berbagai institusi terkait pengelolaan sungai, selain perpustakaan yang akan berisi pengetahuan tentang sungai dari berbagai aspek keilmuan, sejarah, hingga teknis pengelolaan.
Keberadaan museum ini akan membuat kita lebih paham dan menghargai keberadaan sungai sekaligus ikut melestarikan sumber air.
Diella Dachlan
Konsultan Komunikasi,
Pernah Bekerja di Program
Pengelolaan Citarum Terpadu (ICWRMIP) 2014-2019