Pemungutan suara Pemilu Australia akan berlangsung pada Sabtu (18/5/2019). Dua kekuatan utama di negara itu bertarung untuk memperebutkan kekuasaan.
Politik Australia didominasi kubu kiri yang diwakili Partai Buruh serta aliansi kanan-tengah yang direpresentasikan oleh koalisi yang di dalamnya ada Partai Liberal dan Partai Nasional. Jajak pendapat oleh Newspoll yang dipublikasikan Senin kemarin memperlihatkan, Partai Buruh unggul dengan 51 persen, sementara kubu Liberal-Nasional 49 persen.
Berdasarkan jajak pendapat itu, Partai Buruh mendapatkan 77 kursi di majelis rendah atau lebih besar dari 76 kursi yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan. Adapun koalisi memiliki 68 kursi. Sisanya, 6 kursi, direbut partai lain. Dalam Pemilu 2019, semua 151 kursi di majelis rendah atau DPR diperebutkan. Selain itu, ada 40 dari 76 kursi di majelis tinggi atau senat yang juga diperebutkan. Jika hasil pemungutan suara sesuai dengan jajak pendapat, pemerintahan akan beralih ke tangan pemimpin Partai Buruh, Bill Shorten.
Menjelang pemungutan suara, Perdana Menteri Scott Morrison menilai, oposisi akan ceroboh dalam membelanjakan uang negara dan menerapkan pajak lebih tinggi sehingga menimbulkan risiko besar. Sementara Shorten bersikap lebih progresif dalam isu lingkungan dengan menetapkan penurunan emisi 45 persen pada 2030. Dalam jangka waktu yang sama, pemerintahan Morrison berpegang pada persetujuan Paris: penurunan emisi 26-28 persen pada 2030.
Di luar isu domestik dan lingkungan yang melingkupinya, Pemilu Australia berlangsung di tengah kebangkitan China. Persaingan Beijing dengan Washington mau tidak mau melibatkan Australia, sekutu dekat Amerika Serikat. Dalam isu terkait Huawei, misalnya, Australia melarang penggunaan teknologi milik perusahaan asal China itu dalam proyek 5G. Langkah ini sesuai dengan keinginan Washington.
Selain itu, kebangkitan China pun menimbulkan kompetisi tersendiri di kawasan Pasifik yang di dalamnya terdapat Australia. Tantangan persoalan ini harus dijawab oleh pemerintahan yang terbentuk pasca-pemilu.
Oleh karena itu, tidak mengherankan seandainya China memberikan perhatian cukup besar terhadap Pemilu Australia. Bagi negara ini, kemenangan Partai Buruh tampaknya akan membawa pengaruh lebih positif. Dalam sebuah artikel di media China, Global Times, terungkap, dengan posisinya yang tidak terlalu tunduk pada kemauan AS, Partai Buruh—jika memenangi pemilu—akan mengubah sikap Canberra terhadap Washington. Artikel ini menyinggung pula peran penting China bagi perekonomian Australia: China adalah mitra dagang terbesar Australia dalam hal impor dan ekspor.
Di tengah tarikan antara kepentingan AS dan kebangkitan China, siapa pun pemenang pemilu harus mampu mengatasi persoalan yang muncul akibat ketegangan itu. Keberhasilan menemukan jalan kompromi yang pas jelas memberikan manfaat yang optimal bagi kepentingan nasional Australia.